Selasa, 08 Oktober 2013

Muamalah Hak-hak Seseorang pada masa Janin, Praamyiz, Tamyiz, Baligh.



  1. Pada masa janin hak-hak janin yaitu : janin( embrio) dalam perut Ibunya ia mempunyai hak untuk menerima warisan atau wasiat,  tetapi tidak mempunyai kewajiban yang harus  dilaksanakan. Sebaliknya, orang mati yang masih mempunyai hutang, hak orang yang berpiutang masih ada diatasnya. sehingga ia –melalui ahli warissnya- punya kewajiban untuk membayar utangnya, tetapi ia tidak mempunyai hak apa-apa lagi. Mempunyai ahliah al-wujud yang penuh, yaitu pantas diberikan kepada  hak-hak dan pantas diberikan kepadanya kewajiban-kewajiban ini adalah keahlian (ahliah)  yang dimiliki seseorang semenjak ia lahir dan tetap dimilikinya selama ia masih hidup, meskipun ia kehialangan akal atau gila. Yang dimaksud disisni adalah kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan harta benda, seperti kewajiban zakat bila yang dikenai kewajiban itu belum sempurna akalnya, walinya lah yang mewakilinya menunaikan kewajiban tersebut.
 Ahliyyah wujub
Adalah sifat kecakapan seseorang untuk menerima hak-hak yang menjadi haknya, tetapi belum cakap untuk dibebani seluruh kewajiban. Sehingga orang yang dalam ahliyyah wujub belum cakap untuk dibebani kewajiban-kewajiban, seperti shalat, puasa, dan haji. Sekalipun mereka mengerjakan amalan-amalan tersebut, maka statusnya bukanlah sebagai suatu kewajiban, tetapi sekedar pendidikan.
Misalnya, seorang bayi yang ditinggal mati oleh ayahnya, maka ia berhak atas harta warisan dari ayahnya. Akan tetapi, seluruh harta yang dimiliki oleh orang yang pada taraf ahliyyah wujub tidak boleh mengelola harta itu sendiri, tetapi harus dikelola oleh wali, karena mereka dianggap belum cakap.
Para ulama ushul fiqih membagi tingkatan ahliyyah wujub dalam dua tingkatan, yaitu:
1)      Ahliyyah al-Wujub al-Naqishah
Adalah kecakapan seseorang untuk menerima hak, tetapi tidak menerima kewajiban, atau kecakapan untuk dikenai kewajiban tetapi tidak pantas menerima hak. Contoh kecakapan untuk menerima hak, tetapi tidak untuk menerima kewajiban adalah bayi yang ada dalam kandungan ibunya. Bayi atau janin itu telah berhak menerima hak kebendaan seperti warisan dan wasiat, meskipun ia belum lahir. Realisasi dari hak itu berlaku setelah ternyata bayi itu lahir dalam keadaan hidup.
Contoh kecakapan untuk dikenai kewajiban tetapi tidak cakap menerima hak adalah orang yang mati tetapi masih meninggalkan hutang. Dengan kematiannya itu ia tidak akan mendapatkan hak apa-apa lagi, karena hak hanyalah untuk manusia yang hidup. Tetapi orang yang mati tersebut akan tetap dikenai kewajiban untuk membayar hutangnya. Kewajiban tersebut dapat dilakukan oleh orang lain, dalam artian ahli warisnya lah yang harus membayar hutang tersebut.
2)      Ahliyyah al-Wujub al-Kamilah
Adalah kecakapan seseorang untuk dikenai kewajiban dan juga untuk menerima hak. Adanya sifat sempurna karena kepantasan berlaku untuk keduanya sekaligus. Kecakapan ini berlaku semenjak ia lahir sampai ia dinyatakan balig dan berakal, dan sampai ia sekarat selama ia masih bernafa. Contoh dalam hal ini adalah anak yang baru lahir, disamping ia berhak secara pasti menerima warisan dari orangtua atau kerabatnya, ia juga telah dikenai kewajiban untuk membayar zakat fitrah atau zakat harta yang menurut sebagian pendapat ulama bahwa pelaksanaannya dilakukan oleh orangtua atau walinya.
2.      Pada masa Pratamyiz dan Tamyiz yaitu:  Ahliyyah al-‘Ada Adalah sifat kecakapan bertindak hukum     seseorang yang telah dianggap sempurna untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Jika ia mengerjakan perbuatan yang dituntut syara’, maka ia dianggap telah memenuhi kewajiban, sehingga ia diberi pahala. Dan apabila ia melanggar tuntutan syara’, maka ia berdosa. Kecakapan berbuat hukum tersebut terdiri dari tiga tingkatan. Setiap tingkat ini dikaitkan kepada batas umur seorang manusia. Yaitu sebagai berikut: ‘Adim al-Ahliyyah
Atau tidak cakap sama sekali, yaitu seseorang semenjak lahir sampai mencapai umur tamyiz sekitar umur 7 tahun.
Dalam batas umur ini, seseorang belum sempurna akalnya. Sedangkan taklif itu dikaitkan dengan sifat berakal. Karena itu seseorang dalam batas umur ini belum disebut mukallaf atau belum dituntut melaksanakan hukum.
Perbuatan dan ucapannya pun tidak mempunyai akibat hukum. Karena itu transaksi yang dilakukannya dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai akibat hukum.
2)      Ahliyyah al-‘Ada al-Naqishah (cakap berbuat hukum secara lemah)
Adalah seseorang yang telah mencapai umur tamyiz sampai batas dewasa. Maksud lemah dalam bentuk ini, karena akalnya memang masih lemah dan belum sempurna. Sedangkan taklif berlaku pada akal yang sempurna. Seseorang yang dalam batas umur ini hubungannya dengan hukum, bahwa sebagian tindakannya telah dikenai hukum dan sebagian lagi tidak dikenai hukum. Sehingga ucapan dan perbuatannya terbagi menjadi tiga tingkatan dan setiap tingkat mempunyai akibat hukum tersendiri, yaitu:
1.      Tindakan yang semata-mata menguntungkan kepadanya.
Misalnya, menerima pemberian (hibah) dan wasiat. Semua perbuatan dalam bentuk ini, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan adalah sah dan terlaksana tanpa memerlukan persetujuan wali.
1.      Tindakan yang semata-mata merugikannya atau mengurangi hak-hak yang ada padanya. Misalnya, pemberian yang dilakukannya, baik dalam bentuk hibah atau sadaqah, pembebasan hutang, jual beli dengan harga yang tidak pantas. Segala perbuatannya tersebut, baik ucapan maupun perbuatan yang dilakukannya adalah tidak sah dan tidak berakibat hukum atau batal yang tidak memungkinkan untuk disetujui oleh walinya.
2.      Tindakan yang mengandung keuntungan dan kerugian. Misalnya, jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah atau lainnya yang disatu pihak mengurangi haknya dan dipihak lain menambah hak yang ada padanya. Tindakan yang dilakukannya tidak batal secara mutlak tetapi dalam kesahannya tergantung pada persetujuan yang diberikan oleh walinya sesudah tindakan itu dilakukan.
Tindakan mumayyiz dalam hubungannya dengan ibadah adalah sah karena ia cakap dalm melakukan ibadah, tetapi ia belum dituntut secara pasti karena ia belum dewasa.
Pada masa Baligh : orang yang baligh mempunyai keahlian untuk menunaikan kewajiban agama. Dia dituntut beriman sepenuhnya dengan menunaikan rukun Islam. Dia juga dituntut melaksanakan hukum-hukum syarak yang lain yang terdiri daripada suruhan kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, berjihad ke jalan Allah, menghormati_jiwa,harta,danlain-lain.Menurut Abdul Karim Zaidan (2009: 77). Apabila seseorang itu baligh dan berakal maka sabit baginya ahliyyah al-ada’ kamilah dan ia berkelayakan untuk menjalankan segala perintah Allah swt dan dipertanggung jawabkan dengan semua bebanan syarak serta sah semua akad dan tindakan tanpa tertakluk kepada kebenaran dan telah cakap untuk melaksanakannya hak-haknya sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar