- Pada masa janin hak-hak janin yaitu : janin( embrio) dalam perut Ibunya ia mempunyai hak untuk menerima warisan atau wasiat, tetapi tidak mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan. Sebaliknya, orang mati yang masih mempunyai hutang, hak orang yang berpiutang masih ada diatasnya. sehingga ia –melalui ahli warissnya- punya kewajiban untuk membayar utangnya, tetapi ia tidak mempunyai hak apa-apa lagi. Mempunyai ahliah al-wujud yang penuh, yaitu pantas diberikan kepada hak-hak dan pantas diberikan kepadanya kewajiban-kewajiban ini adalah keahlian (ahliah) yang dimiliki seseorang semenjak ia lahir dan tetap dimilikinya selama ia masih hidup, meskipun ia kehialangan akal atau gila. Yang dimaksud disisni adalah kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan harta benda, seperti kewajiban zakat bila yang dikenai kewajiban itu belum sempurna akalnya, walinya lah yang mewakilinya menunaikan kewajiban tersebut.
Ahliyyah wujub
Adalah sifat kecakapan seseorang
untuk menerima hak-hak yang menjadi haknya, tetapi belum cakap untuk dibebani
seluruh kewajiban. Sehingga orang yang dalam ahliyyah wujub belum cakap
untuk dibebani kewajiban-kewajiban, seperti shalat, puasa, dan haji. Sekalipun
mereka mengerjakan amalan-amalan tersebut, maka statusnya bukanlah sebagai
suatu kewajiban, tetapi sekedar pendidikan.
Misalnya, seorang bayi yang
ditinggal mati oleh ayahnya, maka ia berhak atas harta warisan dari ayahnya.
Akan tetapi, seluruh harta yang dimiliki oleh orang yang pada taraf ahliyyah
wujub tidak boleh mengelola harta itu sendiri, tetapi harus dikelola oleh
wali, karena mereka dianggap belum cakap.
Para ulama ushul fiqih membagi
tingkatan ahliyyah wujub dalam dua tingkatan, yaitu:
1) Ahliyyah
al-Wujub al-Naqishah
Adalah kecakapan seseorang untuk
menerima hak, tetapi tidak menerima kewajiban, atau kecakapan untuk dikenai
kewajiban tetapi tidak pantas menerima hak. Contoh kecakapan untuk menerima
hak, tetapi tidak untuk menerima kewajiban adalah bayi yang ada dalam kandungan
ibunya. Bayi atau janin itu telah berhak menerima hak kebendaan seperti warisan
dan wasiat, meskipun ia belum lahir. Realisasi dari hak itu berlaku setelah
ternyata bayi itu lahir dalam keadaan hidup.
Contoh kecakapan untuk dikenai
kewajiban tetapi tidak cakap menerima hak adalah orang yang mati tetapi masih
meninggalkan hutang. Dengan kematiannya itu ia tidak akan mendapatkan hak
apa-apa lagi, karena hak hanyalah untuk manusia yang hidup. Tetapi orang yang
mati tersebut akan tetap dikenai kewajiban untuk membayar hutangnya. Kewajiban
tersebut dapat dilakukan oleh orang lain, dalam artian ahli warisnya lah yang
harus membayar hutang tersebut.
2) Ahliyyah
al-Wujub al-Kamilah
Adalah kecakapan seseorang untuk
dikenai kewajiban dan juga untuk menerima hak. Adanya sifat sempurna karena
kepantasan berlaku untuk keduanya sekaligus. Kecakapan ini berlaku semenjak ia
lahir sampai ia dinyatakan balig dan berakal, dan sampai ia sekarat selama ia
masih bernafa. Contoh dalam hal ini
adalah anak yang baru lahir, disamping ia berhak secara pasti menerima warisan
dari orangtua atau kerabatnya, ia juga telah dikenai kewajiban untuk membayar
zakat fitrah atau zakat harta yang menurut sebagian pendapat ulama bahwa
pelaksanaannya dilakukan oleh orangtua atau walinya.
2.
Pada masa Pratamyiz dan Tamyiz yaitu: Ahliyyah al-‘Ada Adalah sifat
kecakapan bertindak hukum seseorang
yang telah dianggap sempurna untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya,
baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Jika ia mengerjakan
perbuatan yang dituntut syara’, maka ia dianggap telah memenuhi kewajiban,
sehingga ia diberi pahala. Dan apabila ia melanggar tuntutan syara’, maka ia
berdosa. Kecakapan berbuat hukum tersebut terdiri dari tiga tingkatan. Setiap
tingkat ini dikaitkan kepada batas umur seorang manusia. Yaitu sebagai berikut:
‘Adim al-Ahliyyah
Atau tidak cakap sama sekali, yaitu
seseorang semenjak lahir sampai mencapai umur tamyiz sekitar umur 7
tahun.
Dalam batas umur ini, seseorang
belum sempurna akalnya. Sedangkan taklif itu dikaitkan dengan sifat
berakal. Karena itu seseorang dalam batas umur ini belum disebut mukallaf atau
belum dituntut melaksanakan hukum.
Perbuatan dan ucapannya pun tidak
mempunyai akibat hukum. Karena itu transaksi yang dilakukannya dinyatakan tidak
sah dan tidak mempunyai akibat hukum.
2) Ahliyyah
al-‘Ada al-Naqishah (cakap berbuat hukum secara lemah)
Adalah seseorang yang telah mencapai
umur tamyiz sampai batas dewasa. Maksud lemah dalam bentuk ini, karena
akalnya memang masih lemah dan belum sempurna. Sedangkan taklif berlaku
pada akal yang sempurna. Seseorang yang dalam batas umur ini hubungannya dengan
hukum, bahwa sebagian tindakannya telah dikenai hukum dan sebagian lagi tidak
dikenai hukum. Sehingga ucapan dan perbuatannya terbagi menjadi tiga tingkatan
dan setiap tingkat mempunyai akibat hukum tersendiri, yaitu:
1.
Tindakan yang semata-mata
menguntungkan kepadanya.
Misalnya, menerima pemberian (hibah)
dan wasiat. Semua perbuatan dalam bentuk ini, baik dalam bentuk ucapan maupun
perbuatan adalah sah dan terlaksana tanpa memerlukan persetujuan wali.
1.
Tindakan yang semata-mata
merugikannya atau mengurangi hak-hak yang ada padanya. Misalnya, pemberian yang
dilakukannya, baik dalam bentuk hibah atau sadaqah, pembebasan hutang, jual
beli dengan harga yang tidak pantas. Segala perbuatannya tersebut, baik ucapan
maupun perbuatan yang dilakukannya adalah tidak sah dan tidak berakibat hukum
atau batal yang tidak memungkinkan untuk disetujui oleh walinya.
2.
Tindakan yang mengandung keuntungan
dan kerugian. Misalnya, jual beli, sewa-menyewa, upah-mengupah atau lainnya
yang disatu pihak mengurangi haknya dan dipihak lain menambah hak yang ada
padanya. Tindakan yang dilakukannya tidak batal secara mutlak tetapi dalam
kesahannya tergantung pada persetujuan yang diberikan oleh walinya sesudah
tindakan itu dilakukan.
Tindakan mumayyiz dalam
hubungannya dengan ibadah adalah sah karena ia cakap dalm melakukan ibadah,
tetapi ia belum dituntut secara pasti karena ia belum dewasa.
Pada masa Baligh : orang yang
baligh mempunyai keahlian untuk menunaikan kewajiban agama. Dia dituntut
beriman sepenuhnya dengan menunaikan rukun Islam. Dia juga dituntut
melaksanakan hukum-hukum syarak yang lain yang terdiri daripada suruhan kepada
kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, berjihad ke jalan Allah,
menghormati_jiwa,harta,danlain-lain.Menurut Abdul Karim Zaidan (2009: 77).
Apabila seseorang itu baligh dan berakal maka sabit baginya ahliyyah al-ada’
kamilah dan ia berkelayakan untuk menjalankan segala perintah Allah swt dan
dipertanggung jawabkan dengan semua bebanan syarak serta sah semua akad dan
tindakan tanpa tertakluk kepada kebenaran dan telah cakap untuk melaksanakannya
hak-haknya sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar