TINDAK PIDANA
PENIPUAN JUAL BELI ELEKTRONIK BERKEDOK ONLINE SHOP
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Internet di
Indonesia dimulai pertama kali pada tahun 1990-an. Masyarakat menggunakan
internet pada saat itu masih sangat terbatas, bisanya masyarakat yang berada
dikota-kota besar yang menggunakannya. Berbeda dengan sekarang, masyarakat dari
segala kalangan dapat menggunakan internet untuk berbagai macam hal. Kalangan
tua, muda, sampai anak-anak sekarang mampu menggunakannya untuk kebutuhanya.
Bisnis
online sekarang marak sekali dilakukan orang untuk memperjual-belikan barang
dagangannya. Banyak hal yang menjadi alasan mereka menggunakan internet untuk
memperluas usahanya seiring dengan perkembangan internet yang semakin pesat. Di
samping banyak kemudahan yang diberikan dalam jual-beli ini, tapi banyak juga
kesulitan yang dialami oleh penjual dalam memasarkan dagangannya.Tetapi banyak
juga kasus-kasus penipuan jual-beli lewat online, dikarenakan jual-beli tidak
seperti jual-beli pada umumnya, mereka bertemu kemudian ada transaksi.
Sedangkan jual beli online misalnya lewat facebook, mereka hanya berkomunikasi
lewat facebook atau lewat SMS. Dalam makalah ini membahas keuntungan dari
jual-beli online, kesulitannya, serta kasus-kasus yang terjadi dalam jual beli
secara online seiring dengan perkembangan internet yang semakin pesat di
indonesia.
Teknologi informasi
telah membuka mata dunia akan sebuah dunia baru, interaksi baru, market place
baru, dan sebuah jaringan bisnis dunia yang tanpa batas. Disadari betul bahwa
perkembangan teknologi yang disebut internet, telah mengubah pola interaksi
masyarakat, yaitu interaksi bisnis, ekonomi, sosial, dan budaya. Internet telah
memberikan kontribusi yang demikian besar bagi masyarakat, perusahaan/ industri
maupun pemerintah. Hadirnya internet telah menunjang efektifitas dan efisiensi
operasional perusahaan, terutama peranannya sebagai sarana komunikasi,
publikasi, serta sarana untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan
oleh sebuah badan usaha dan bentuk badan usaha atau lembaga lainya. dampak
positif dari sebuah teknologi internet di indonesia yanitu dapat memudahkan
pencarian informasi, artikel, lowongan pekerjaan, dan masih banyak lagi. Tetapi
disamping ada sisi positifnya juga tidak terlepas dari sisi negatif antara lain
membuat manusia menjadi malas.
Di zaman
ketika internet seakan sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat,
khususnya di daerah perkotaan, proses jual beli melalui internet tentu sudah
tidak asing lagi. Internet bukan hanya konsumsi golongan tertentu saja seperti
bertahun-tahun yang lalu, tapi sudah merambah ke masyarakat golongan menengah
ke bawahProses jual beli melalu internet ini lazim disebut e-commerce.
E-commerce atau Electronic Commerce atau EC pada dasarnya adalah bagian dari
electronic business. EC merupakan suatu proses jual beli, transfer, atau
pertukaran produk, servis, dan informasi yang dilakukan melalui jaringan
komputer, termasuk internet. Business to Consumer (B2C) adalah transaksi yang
terjadi antara perusahaan dengan pembeli. Setiap tahunnya ada saja teknologi
baru yang muncul entah dalam bentuk komputer desktop, laptop, handphone,
iPhone, dan bermacam-macam gadget lainnya. Perkembangannya yang cepat membuat
harga gadget tersebut pun semakin murah karena kemudian kalah canggih dengan
gadget lain. Hal ini membuat barang-barang tersebut terjangkau oleh masyarakat.
Ditambah dengan akses internet yang mudah, internet menjadi hal yang tidak
asing lagi.
Toko online adalah sebuah tempat terjadinya berbagai aktivitas perdagangan
atau jual beli barang dan jasa yang terhubung dalam suatu jaringan dalam hal
ini adalah jaringan internet.Ketika melakukan transaksi di sebuah toko offline,
kita bebas memilih barang yang akan kita beli. Terkadang kita perlu memasukkan
barang yang kita beli ke dalam keranjang belanja lalu kita menyerahkan
keranjang belanja tersebut ke pada kasir untuk dihitung total dari belanja
kita.Modal Tidak Terlalu Besar Modal tidak tidak perlu besar sampai jutaan
rupiah. Paling minim
biaya koneksi ke internet atau warnet. Tidak perlu beli stok barang atau mikir
tersedianya stok (kecuali yang mau dagang produk sendiri). Di internet banyak
yang mau dibantu sama kita untuk jual produk mereka. Istilahnya biasa kita
disebut sebagai affiliate, associate atau partner mereka.Hemat Waktu dan Biaya
Mengapa toko online dapat menghemat waktu dan biaya? Bayangkan bila Anda memiliki
seorang customer yang berada jauh di luar pulau, tentunya sang customer yang
menjadi langganan Anda merasa kesulitan untuk berbelanja di toko Anda jika Anda
hanya terpaku pada penjualan toko offline. Bukankah ini akan membuang banyak
waktu, tenaga dan biaya perjalanan.Tetapi tidak demikian halnya jika Anda juga
memiliki sebuah toko online selain toko offline Anda. Customer Anda tinggal
memilih produk yang dipesan melalui website toko online Anda yang disajikan
dalam bentuk gambar, kemudian mengisi form pemesanan barang, membayar dengan
menggunakan sistem transaksi, dan barang akan di antar oleh jasa pengiriman
barang tepat pada waktu yang telah ditentukan.Tidak Perlu Menjaga Toko Setiap
Saat Tidak seperti sebuah toko offline, Anda harus setia menanti pelanggan yang
datang untuk berbelanja. Di toko online, Anda tidak perlu secara terus menerus
menanti datangnya calon pembeli, sebab transaksi pemesanan dapat dilakukan
melalui email atau sistem yang telah ada dalam toko online tersebut.[1]
B.
Permasalahan
1.
Bagaimanakah
tindak
pidana penipuan dalam transaksi jual beli secara online menurut
Undang-undang ITE?
2.
Bagaimanakah cara
pembuktian alat bukti tindak penipuan online shop?
BAB II
C.
PEMBAHASAN
Dengan
perkembangan teknologi internet diberbagai bidang, ternyata kejahatanpun ikut
berkembang, dikenal dengan cybercrime atau kejahatan melalui jaringan
internet. Dalam transaksi jual beli secara online ternyata tak luput
dari kejahatan cyber, yaitu penipuan yang terjadi dengan modus jual
beli online dengan menawarkan suatu produk melalui situs atau jejaring
sosial yang mana pihak yang menawarkan produk tersebut meminta agar pembayaran
dilakukan terlebih dahulu baru barang tersebut akan dikirimkan kepada pembeli
tapi ternyata barang yang dipesan tersebut tidak ada dan pihak yang menawarkan
barang sudah tidak dapat dihubungi kembali.
Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan
masalah yang dikemukakan adalah bagaimana tindak pidana penipuan dalam
transaksi jual beli secara online menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta apa saja kendala dan
penyelesaian dalam penyidikan terhadap tindak pidana penipuan dalam transaksi
jual beli secara online di Indonesia.
Tindak pidana penipuan dalam transaksi jual
beli barang elektronik secara online adalah perbuatan yang memenuhi
unsur yang terdapat di dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu setiap orang, dengan
sengaja, tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, yang menimbulkian
kerugian bagi konsumen. Dari hal tersebut maka pelaku penipuan dapat dikenakan
hukuman sesuai dengan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan dapat pula dikenakan Pasal 378
Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Kendala yang dialami oleh pihak penyidik
dalam melakukan penyidikan adalah dalam mengetahui posisi atau keberadaan
pelaku penipuan dan untuk membuka data nasabah penipuan karena terkait rahasia
perbankan. Untuk penyelesaian atas kendala tersebut pihak penyidik dapat
bekerja sama dengan pihak komunikasi dan informatika untuk mendapatkan bantuan
dari ahli dibidang teknologi informasi dan dapat mengirim surat permintaan
pembukaan data nasabah kepada Pimpinan Bank Indonesia melalui Kepala Kepolisian
Republik Indonesia. Dengan adanya suatu peraturan baru yaitu Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan maka segala tugas, fungsi,
dan wewenang dari Bank Indonesia termasuk dalam membuka rahasia bank akan
dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan.[2]
Banyak faktor yang
menyebabkan penipuan melalui bisnis online, secara spesifik setiap negara
memiliki faktor pendorong dan faktor penarik yang menyebabkan maraknya kasus
penipuan melalui bisnis online di indonesia :
1. Faktor pendorong
a. belum adanya sertifikasi
menyeluruh teradap setiap jual beli secara online.
b. daerah-daerah dimana ada
kemiskinan, pengangguran, tuna wisa dan konflik kekerasan dengan senjata. Daerah-daerah
ini menimbulkan desakan rakyat untuk berusaha dengan segala cara termasuk
penipuan.
c. para pedagang yang
memanfaatkan kelemahan jual beli secara online.
d. keluarga yang tidak dapat
mengatasi kehidupan ekonominya akan mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan hidupnya
e. ekonomi: kemiskinan,
kurangnya kesempatan untuk mendapatkan perkerjaan yang layak.
f. sosial: kewajiban sosial
untuk membantu dan menolong keuangan keluarga, keinginan untuk mandiri secara
finansial, keinginan untuk sejajar dengan tetangga atau teman sebaya yang
berhasil.
g. kultur: konsumerisme atau
materialistik, keinginan untuk mendapat uang dengan mudah.
h. personal atau pribadi:
sifat pribadi yang suka menipu demi keperluan pribadinya.
2. Faktor penarik
a. efisiensi: kebutuhan
kota-kota akan kemudahan bertransaksi dan berbisnis.
b. sosial atau kultur:
kebutuhan akan pelayanan-pelayanan jual-beli yang mudah dan cepat.
Pasal 378 KUHP merumuskan sebagai berikut: “Barang siapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan
rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu
benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
Walaupun UU ITE tidak secara
khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang
menyatakan:
“Setiap Orang dengan
sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara
paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai
pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU
ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya
mengatur hal yang berbeda. Pasal 378
KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378
KUHP sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE
mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1)
UU ITE.
Walaupun
begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat
mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan
diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang
penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian
pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378
KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU
ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal
berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal
378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya
terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.[3]
Meski
penipuan jual beli online sudah sebagian terkuak, namun penindakan oknum
terhadap tindakan tersebut banyak yang belum sampai ke ranah hukum. Ini
disebabkan para korban penipuan online enggan melaporkan kepada penegak hukum,
sedangkan pasal penipuan merupakan delik aduan.
“Kebanyakan mereka malu
menjadi korban, dan saat melapor tidak disertai dengan bukti yang kuat,” (Director Bukalapak.com, Achmad Zaky, dalam diskusi
“Penipuan Online” di Jakarta, Rabu, 14 Desember 2011).[4]
Berdasarkan
aduan korban, ia pernah melaporkan ke kepolisian. Namun, upayanya terkendala pada
bukti sehingga proses hukum tidak berjalan. Untuk itu, calon pembeli online
perlu ditekankan untuk merekam data detail semua transaksi online yang
dilakukan.
“Dari mulai
pertama kontak, harus direkam. Kebanyakan pembeli kurang aware dengan rekam
data ini,” (ICT Watch, Arif Taufik).
Ironisnya,
dari sisi regulasi, UU ITE sudah mengakomodasi soal transaksi online. dalam Bab 5 pasal 17 sampai 22, namun orang
belum banyak yang tahu soal itu.
Upaya lain
yang bisa ditempuh untuk memperkuat verifikasi rekening maupun website yang
diduga melakukan penipuan adalah dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan dan Kementerian Komumikasi dan Informatika. “Itu juga
akan kami lakukan,”.
Zaky
berpesan agar pengguna internet tidak tergiur dengan iming-iming cepat
mendapatkan uang dalam waktu singkat maupun tergiur dengan barang yang harganya
sangat miring. Lebih baik lanjutnya, beli barang kepada orang yang sudah kenal
rekam jejaknya.
“Pelaku
penipuan online ada di mana-mana dengan berbagai modus. Bahkan ada yang
menggunakan hipnotis,”( vivanews.com)
Apabila sudah tertipu anda dapat
melakukan hal ini : Mungkin
sudah menjadi rahasia umum kalau kerja aparatur hukum kita terhadap laporan
penipuan di online masih terlihat “ogah ogahan” dan dengan proses yang rumit.
Namun begitu, anda bisa mencoba melaporkan penipuan transaksi online yang anda
alami Caranya:
1.
Catat semua data si penjual tersebut, nomor telpon, alamat, foto dll.
2.
Copy semua bukti seperti transaksi dan lainnya.
3.
Laporkan dan berikan semua bukti tersebut ke kepolisian yang terdekat atau bisa
kunjungi link ini (http://www.reskrimum.metro.polri.go.id)[5]
Hal itu dapat kita lakukan untuk pembuktian dalam hal
tindak pidana penipuan jual beli onlie, Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi
Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik
tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak
terlalu besar. (Iman Sjahputra)[6]
BAB III
D.
KESIMPULAN
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (“UU ITE”) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana
penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan
menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.”
Walaupun UU ITE tidak secara khusus
mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang
menyatakan:
“Setiap Orang dengan
sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara
paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai
pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya
mengatur hal yang berbeda. Pasal 378
KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378
KUHP sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE
mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam
transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1)
UU ITE.
Walaupun
begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat
mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan
diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang
penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian
pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378
KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU
ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal
berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal
378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi,
polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen
dari transaksi elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih
Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali
kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang
karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Penipuan elektronik
karena hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang
diamanatkan Pasal 10 UU ITE.
DAFTAR PUSTAKA
Anisahaseena, Maraknya Penipuan Bisnis Online, 18
Maret 2013
Anisahaseena.wordpress.com (Diakses pada hari sabtu
15-03-2014 13:59.p.m)
Anugrah Perdana Dewi Soel, TINJAUAN
YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI BARANG
ELEKTRONIK SECARA ONLINE, 20 Mei 2012
http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/89 (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014 13:39.p.m)
Director Bukalapak.com,
Achmad Zaky, dalam diskusi “Penipuan
Online” di Jakarta, Rabu, 14 Desember 2011
Karyailmiah.tarumanegara.ac.id. (Diakses pada hari sabtu
04-04-2014 15:39.p.m)
http://www.reskrimum.metro.polri.go.id (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014 13:45.p.m)
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f0db1bf87ed3/pasal-untuk-menjerat-pelaku-penipuan-dalam-jual-beli-online (Diakses pada
hari sabtu 15-03-2014 14:34.a.m)
[2] http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/89 (Diakses
pada hari sabtu 15-03-2014 13:39.p.m)
[4] Director
Bukalapak.com, Achmad Zaky, dalam diskusi “Penipuan Online” di Jakarta, Rabu,
14 Desember 2011
[6] http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f0db1bf87ed3/pasal-untuk-menjerat-pelaku-penipuan-dalam-jual-beli-online (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014
14:34.a.m)
0 komentar:
Posting Komentar