Kamis, 27 Maret 2014

TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI ELEKTRONIK BERKEDOK ONLINE SHOP

TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI ELEKTRONIK BERKEDOK ONLINE SHOP

BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Internet di Indonesia dimulai pertama kali pada tahun 1990-an. Masyarakat menggunakan internet pada saat itu masih sangat terbatas, bisanya masyarakat yang berada dikota-kota besar yang menggunakannya. Berbeda dengan sekarang, masyarakat dari segala kalangan dapat menggunakan internet untuk berbagai macam hal. Kalangan tua, muda, sampai anak-anak sekarang mampu menggunakannya untuk kebutuhanya.
Bisnis online sekarang marak sekali dilakukan orang untuk memperjual-belikan barang dagangannya. Banyak hal yang menjadi alasan mereka menggunakan internet untuk memperluas usahanya seiring dengan perkembangan internet yang semakin pesat. Di samping banyak kemudahan yang diberikan dalam jual-beli ini, tapi banyak juga kesulitan yang dialami oleh penjual dalam memasarkan dagangannya.Tetapi banyak juga kasus-kasus penipuan jual-beli lewat online, dikarenakan jual-beli tidak seperti jual-beli pada umumnya, mereka bertemu kemudian ada transaksi. Sedangkan jual beli online misalnya lewat facebook, mereka hanya berkomunikasi lewat facebook atau lewat SMS. Dalam makalah ini membahas keuntungan dari jual-beli online, kesulitannya, serta kasus-kasus yang terjadi dalam jual beli secara online seiring dengan perkembangan internet yang semakin pesat di indonesia.
Teknologi informasi telah membuka mata dunia akan sebuah dunia baru, interaksi baru, market place baru, dan sebuah jaringan bisnis dunia yang tanpa batas. Disadari betul bahwa perkembangan teknologi yang disebut internet, telah mengubah pola interaksi masyarakat, yaitu interaksi bisnis, ekonomi, sosial, dan budaya. Internet telah memberikan kontribusi yang demikian besar bagi masyarakat, perusahaan/ industri maupun pemerintah. Hadirnya internet telah menunjang efektifitas dan efisiensi operasional perusahaan, terutama peranannya sebagai sarana komunikasi, publikasi, serta sarana untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh sebuah badan usaha dan bentuk badan usaha atau lembaga lainya. dampak positif dari sebuah teknologi internet di indonesia yanitu dapat memudahkan pencarian informasi, artikel, lowongan pekerjaan, dan masih banyak lagi. Tetapi disamping ada sisi positifnya juga tidak terlepas dari sisi negatif antara lain membuat manusia menjadi malas.
Di zaman ketika internet seakan sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat, khususnya di daerah perkotaan, proses jual beli melalui internet tentu sudah tidak asing lagi. Internet bukan hanya konsumsi golongan tertentu saja seperti bertahun-tahun yang lalu, tapi sudah merambah ke masyarakat golongan menengah ke bawahProses jual beli melalu internet ini lazim disebut e-commerce. E-commerce atau Electronic Commerce atau EC pada dasarnya adalah bagian dari electronic business. EC merupakan suatu proses jual beli, transfer, atau pertukaran produk, servis, dan informasi yang dilakukan melalui jaringan komputer, termasuk internet. Business to Consumer (B2C) adalah transaksi yang terjadi antara perusahaan dengan pembeli. Setiap tahunnya ada saja teknologi baru yang muncul entah dalam bentuk komputer desktop, laptop, handphone, iPhone, dan bermacam-macam gadget lainnya. Perkembangannya yang cepat membuat harga gadget tersebut pun semakin murah karena kemudian kalah canggih dengan gadget lain. Hal ini membuat barang-barang tersebut terjangkau oleh masyarakat. Ditambah dengan akses internet yang mudah, internet menjadi hal yang tidak asing lagi.
Toko online adalah sebuah tempat terjadinya berbagai aktivitas perdagangan atau jual beli barang dan jasa yang terhubung dalam suatu jaringan dalam hal ini adalah jaringan internet.Ketika melakukan transaksi di sebuah toko offline, kita bebas memilih barang yang akan kita beli. Terkadang kita perlu memasukkan barang yang kita beli ke dalam keranjang belanja lalu kita menyerahkan keranjang belanja tersebut ke pada kasir untuk dihitung total dari belanja kita.Modal Tidak Terlalu Besar Modal tidak tidak perlu besar sampai jutaan rupiah. Paling minim biaya koneksi ke internet atau warnet. Tidak perlu beli stok barang atau mikir tersedianya stok (kecuali yang mau dagang produk sendiri). Di internet banyak yang mau dibantu sama kita untuk jual produk mereka. Istilahnya biasa kita disebut sebagai affiliate, associate atau partner mereka.Hemat Waktu dan Biaya Mengapa toko online dapat menghemat waktu dan biaya? Bayangkan bila Anda memiliki seorang customer yang berada jauh di luar pulau, tentunya sang customer yang menjadi langganan Anda merasa kesulitan untuk berbelanja di toko Anda jika Anda hanya terpaku pada penjualan toko offline. Bukankah ini akan membuang banyak waktu, tenaga dan biaya perjalanan.Tetapi tidak demikian halnya jika Anda juga memiliki sebuah toko online selain toko offline Anda. Customer Anda tinggal memilih produk yang dipesan melalui website toko online Anda yang disajikan dalam bentuk gambar, kemudian mengisi form pemesanan barang, membayar dengan menggunakan sistem transaksi, dan barang akan di antar oleh jasa pengiriman barang tepat pada waktu yang telah ditentukan.Tidak Perlu Menjaga Toko Setiap Saat Tidak seperti sebuah toko offline, Anda harus setia menanti pelanggan yang datang untuk berbelanja. Di toko online, Anda tidak perlu secara terus menerus menanti datangnya calon pembeli, sebab transaksi pemesanan dapat dilakukan melalui email atau sistem yang telah ada dalam toko online tersebut.[1]



B.     Permasalahan

1.      Bagaimanakah tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli secara online menurut Undang-undang ITE?
2.      Bagaimanakah cara pembuktian alat bukti tindak penipuan online shop?











BAB II
C.       PEMBAHASAN
          Dengan perkembangan teknologi internet diberbagai bidang, ternyata kejahatanpun ikut berkembang, dikenal dengan cybercrime atau kejahatan melalui jaringan internet. Dalam transaksi jual beli secara online ternyata tak luput dari kejahatan cyber, yaitu penipuan yang terjadi dengan modus jual beli online dengan menawarkan suatu produk melalui situs atau jejaring sosial yang mana pihak yang menawarkan produk tersebut meminta agar pembayaran dilakukan terlebih dahulu baru barang tersebut akan dikirimkan kepada pembeli tapi ternyata barang yang dipesan tersebut tidak ada dan pihak yang menawarkan barang sudah tidak dapat dihubungi kembali.
Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli secara online menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta apa saja kendala dan penyelesaian dalam penyidikan terhadap tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli secara online di Indonesia.
Tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli barang elektronik secara online adalah perbuatan yang memenuhi unsur yang terdapat di dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu setiap orang, dengan sengaja, tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, yang menimbulkian kerugian bagi konsumen. Dari hal tersebut maka pelaku penipuan dapat dikenakan hukuman sesuai dengan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan dapat pula dikenakan Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Kendala yang dialami oleh pihak penyidik dalam melakukan penyidikan adalah dalam mengetahui posisi atau keberadaan pelaku penipuan dan untuk membuka data nasabah penipuan karena terkait rahasia perbankan. Untuk penyelesaian atas kendala tersebut pihak penyidik dapat bekerja sama dengan pihak komunikasi dan informatika untuk mendapatkan bantuan dari ahli dibidang teknologi informasi dan dapat mengirim surat permintaan pembukaan data nasabah kepada Pimpinan Bank Indonesia melalui Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Dengan adanya suatu peraturan baru yaitu Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan maka segala tugas, fungsi, dan wewenang dari Bank Indonesia termasuk dalam membuka rahasia bank akan dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan.[2]
Banyak faktor yang menyebabkan penipuan melalui bisnis online, secara spesifik setiap negara memiliki faktor pendorong dan faktor penarik yang menyebabkan maraknya kasus penipuan melalui bisnis online di indonesia :
1. Faktor pendorong
a. belum adanya sertifikasi menyeluruh teradap setiap jual beli secara online.
b. daerah-daerah dimana ada kemiskinan, pengangguran, tuna wisa dan konflik kekerasan dengan senjata. Daerah-daerah ini menimbulkan desakan rakyat untuk berusaha dengan segala cara termasuk penipuan.
c. para pedagang yang memanfaatkan kelemahan jual beli secara online.
d. keluarga yang tidak dapat mengatasi kehidupan ekonominya akan mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidupnya
e. ekonomi: kemiskinan, kurangnya kesempatan untuk mendapatkan perkerjaan yang layak.
f. sosial: kewajiban sosial untuk membantu dan menolong keuangan keluarga, keinginan untuk mandiri secara finansial, keinginan untuk sejajar dengan tetangga atau teman sebaya yang berhasil.
g. kultur: konsumerisme atau materialistik, keinginan untuk mendapat uang dengan mudah.
h. personal atau pribadi: sifat pribadi yang suka menipu demi keperluan pribadinya.
2. Faktor penarik
a. efisiensi: kebutuhan kota-kota akan kemudahan bertransaksi dan berbisnis.
b. sosial atau kultur: kebutuhan akan pelayanan-pelayanan jual-beli yang mudah dan cepat.
Pasal 378 KUHP merumuskan sebagai berikut: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan: 
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
 Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
          Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. 
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
          Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.[3]
Meski penipuan jual beli online sudah sebagian terkuak, namun penindakan oknum terhadap tindakan tersebut banyak yang belum sampai ke ranah hukum. Ini disebabkan para korban penipuan online enggan melaporkan kepada penegak hukum, sedangkan pasal penipuan merupakan delik aduan.
“Kebanyakan mereka malu menjadi korban, dan saat melapor tidak disertai dengan bukti yang kuat,” (Director Bukalapak.com, Achmad Zaky, dalam diskusi “Penipuan Online” di Jakarta, Rabu, 14 Desember 2011).[4]
Berdasarkan aduan korban, ia pernah melaporkan ke kepolisian. Namun, upayanya terkendala pada bukti sehingga proses hukum tidak berjalan. Untuk itu, calon pembeli online perlu ditekankan untuk merekam data detail semua transaksi online yang dilakukan.
“Dari mulai pertama kontak, harus direkam. Kebanyakan pembeli kurang aware dengan rekam data ini,” (ICT Watch, Arif Taufik).
Ironisnya, dari sisi regulasi, UU ITE sudah mengakomodasi soal transaksi online.  dalam Bab 5 pasal 17 sampai 22, namun orang belum banyak yang tahu soal itu.
Upaya lain yang bisa ditempuh untuk memperkuat verifikasi rekening maupun website yang diduga melakukan penipuan adalah dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Kementerian Komumikasi dan Informatika. “Itu juga akan kami lakukan,”.
Zaky berpesan agar pengguna internet tidak tergiur dengan iming-iming cepat mendapatkan uang dalam waktu singkat maupun tergiur dengan barang yang harganya sangat miring. Lebih baik lanjutnya, beli barang kepada orang yang sudah kenal rekam jejaknya.
“Pelaku penipuan online ada di mana-mana dengan berbagai modus. Bahkan ada yang menggunakan hipnotis,”( vivanews.com)
Apabila sudah tertipu anda dapat melakukan hal ini : Mungkin sudah menjadi rahasia umum kalau kerja aparatur hukum kita terhadap laporan penipuan di online masih terlihat “ogah ogahan” dan dengan proses yang rumit. Namun begitu, anda bisa mencoba melaporkan penipuan transaksi online yang anda alami Caranya:
1.      Catat semua data si penjual tersebut, nomor telpon, alamat, foto dll.
2.      Copy semua bukti seperti transaksi dan lainnya.
3.      Laporkan dan berikan semua bukti tersebut ke kepolisian yang terdekat atau bisa kunjungi link ini (http://www.reskrimum.metro.polri.go.id)[5]
Hal itu dapat kita lakukan untuk pembuktian dalam hal tindak pidana penipuan jual beli onlie,  Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. (Iman Sjahputra)[6]









BAB III
D.           KESIMPULAN

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan: 
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
 Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
          Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. 
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
          Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
 Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Penipuan elektronik karena hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal 10 UU ITE.  















DAFTAR PUSTAKA
Anisahaseena, Maraknya Penipuan Bisnis Online, 18 Maret 2013
Anisahaseena.wordpress.com (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014 13:59.p.m)
Anugrah Perdana Dewi Soel, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI BARANG ELEKTRONIK SECARA ONLINE, 20 Mei 2012
http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/89 (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014 13:39.p.m)
Director Bukalapak.com, Achmad Zaky, dalam diskusi “Penipuan Online” di Jakarta, Rabu, 14 Desember 2011
Karyailmiah.tarumanegara.ac.id. (Diakses pada hari sabtu 04-04-2014 15:39.p.m)

http://www.reskrimum.metro.polri.go.id (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014 13:45.p.m)


[1] Anisahaseena.wordpress.com (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014 13:59.p.m)

[2] http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja/article/view/89 (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014 13:39.p.m)


[3] Karyailmiah.tarumanegara.ac.id. (Diakses pada hari sabtu 04-04-2014 15:39.p.m)
[4] Director Bukalapak.com, Achmad Zaky, dalam diskusi “Penipuan Online” di Jakarta, Rabu, 14 Desember 2011
[5] http://www.reskrimum.metro.polri.go.id (Diakses pada hari sabtu 15-03-2014 13:45.p.m)

0 komentar:

Posting Komentar