RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN
KOTA TANGERANG SELATAN
DI PROVINSI BANTEN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam hal ini
khususnya Kabupaten Tangerang inggin menciptakan perkembangan dan kemajuan
Provinsi Banten dengan membuat Rancangan Undang-undang yang bertujuan meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik
guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Dengan
pembentukan Kota Tanggerang Selatan. Bahwa dengan berkembangnya Perekonomian,
potensi daerah, luas wilayah,
kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, social budaya, pertahanan dan
keamanan serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang,
dipandang perlu membentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah
Provinsi Banten.
Dengan
di bentuknya Kota Tanggerang Selatan diharapkan akan
dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.
Perlunya
Pembentukan Kota Tanggerang selatan didasari oleh Rancangan Undang-Undang
Rencana Kota, Pemerintahan Daerah, Provinsi, tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia), Undang-undang peraturan daerah,
Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dengan
dibentuknya Rancangan undang-undang tersebut bertujuan memenuhi aspek-aspek
baik filosofis, sosiologis, serta yuridis guna mendukung perlunya rancangan
undang-undang ini.
Keberhasilan dalam
mewujudkan penyusunan Kota baru haruslah berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
ada, dan dapat memenuhi kebutuhan. yang memang dapat menjadikan berkembangnya
suatu daerah dan banyak manfaat yang di rasakan maka dalam pembangunan maupun
menciptakan tatanan masyarakat yang modern perlulah menjadikan daerah tersebut
berubah menjadi Kota yang tadinya Kabupaten karena Perkembangan dan kebutuhan
yang memadai. perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan
di Provinsi Banten Mengingat : 1. Pasal 18, Pasal
18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 23 tahun
2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4310);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor (4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Dengan
mengajukan Rancangan Undang-undang haruslah mengikuti seluruh struktural yang
ada agar apa yang di rencanakan tidaklah mengakibatkan kerugian yang Sia-sia
dan percuma, baik disenaja maupun tidak disengaja nantinya.
B. Identifikasi Masalah
1)
Apa masalah yang dihadapi untuk merubah dari Kabupaten menjadi Kota tersebut
?
2)
Mengapa Rancangan Peraturan daerah
sebagai pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan dalam
penyelesaian masalah.
3)
Pertimbangan apa yang harus menjadi
dasar Rancangan tersebut?
4)
Sasaran apa yang dituju?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1)
Merumuskan permasalahan yang dihadapi
dalam perubahan tersebut bagi bangsa, negara, dan masyarakat.
2)
Merumuskan permasalahan Hukum yang
dihadapi sebagai alasan permbentukan rancangan Undang-undang sebagai dasar
Hukum penyelesaian atau solusi permasalahan.
3)
Merumuskan pertimbangan atau landasan
yang di ada dalam Rancangan undang-undang.
4)
Merumuskan sasaran yang akan di
wujudkan, ruang lingkup, pengaturan, jangkauan dan arah rancangan Undang-undang
Daerah.
D. Metode
Deskripsi yang lebih terperinci mengenai objek dan metode penelitian pada pokoknya
adalah sebagai berikut:
1.
Metode Pendekatan
Metode yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif [1],
yang oleh beberapa penulis buku penelitian “hukum normatif” dipahami
sebagai penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder[2]. Jenis dan Sumber Data
Penelitian Penelitian
ini dikategorikan penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian yang
mendeskriptifkan secara terperinci hasil analisis mengenai asas-asas hukum,
sistematik hukum, taraf sinkronisasi
vertikal dan horizontal, perbandingan
hukum dan sejarah hukum. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala
lainnya.[3]
Vredenbergt membagi
tipe-tipe penelitian kedalam tiga tipe, yaitu : 1). Penelitian eksploratif (exploratory
research); 2). Penelitian yang menguji satu atau beberapa hipotesis (testing
research); dan 3). Penelitian deskriptif (descriptive research)[4].
Terkait dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini akan dilakukan
tanpa didahului perumusan hipotesis. Hipotesis adalah pernyataan tentang
hubungan antara dua variable atau lebih dan selali dirumuskan dalam kalimat
pernyataan. Dapat saja suatu hipotesis diperlukan dalam suatu penelitian
deskriptif yang bertujuan memperoleh data tentang hubungan suatu gejala dengan
gejala lainnya.[5]
Menurut Vredenbergt,
tujuan penelitian deskriptif ialah melukiskan realitas sosial yang kompleks
(menyederhanakan realitas sosial yang kompleks) agar dapat ditangkap bagi suatu
analisis lebih lanjut. Artinya, penelitian deskriptif akan ditindaklanjuti
dengan penelitian-penelitian lainnya.[6]
2.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam
penelitian ini meliputi data sekunder. Sebagaimana spesifikasi dalam penelitian
ini yang merupakan penelitian normatif, maka sumber data yang utama dalam
penelitian ini adalah data sekunder sedangkan data primer hanya sebagai
penunjang.
Dalam metodologi riset,
data sekunder yang berupa bahan pustaka memiliki ciri umum antara lain[7]:
a.
Data sekunder pada umumnya ada dalam
keadaan siap terbuat
b.
Bentuk maupun isi data sekunder telah
dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu.
c.
Data sekunder dapat diperoleh tanpa
terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat.
a)
Bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum yang mengikat antara lain :
1) Pancasila;
2) Norma
atau kaidah dasar (Pembukaan UUD 1945);
3) Peraturan
Perundang-Undangan;
4) KUHP
5) Bahan
hukum yang tidak dikodifikasikan, misalnya hukum adat;
6) Yurisprudensi
danTraktat.
b)
Bahan-bahan hukum
sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan
dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yaitu :
1) Konsep
Rancangan KUHP Nasional;
2) Hasil
karya ilmiah para sarjana;
3) Hasil-hasil
penelitian;
4) Buku-buku
yang relevan;
5) Hasil-hasil
pertemuan ilmiah (seminar, simposium, diskusi) dan lain-lain.
c)
Bahan hukum tertier,
yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuktentang bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, berupa kamus-kamus seperti kamus bahasa
Indonesia, Inggris, dan Arab,ensiklopedia, serta kamus-kamus keilmuan seperti
kamus istilah hukum.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Mengingat penelitian
ini memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data terutama
ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen. Adapun
teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan guna
mendapatkan landasan teoritis berupa bendapat-pendapat atau tulisan-tulisan
para ahli, juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk ketentuan formal
maupun data melalui naskah resmi yang ada.[9]
Penelitian ini menjadikan bahan kepustakaan sebagai tumpuan
utamanya. Kajian pustaka ini dilakukan untuk melihat sejauh mana masalah ini
pernah ditulis atau diteliti oleh orang lain, kemudian akan ditinjau, apa yang
ditulis, bagaimana pendekatan dan metodologinya, apakah ada persamaan atau
perbedaan. Selanjutnya dengan tinjauan pustaka ini penulis dapat menghindari
penulisan yang sama
4.
Penyajian
Data dan Analisis Data.
Bahan-bahan
yang telah berhail diperoleh atau dikumpulkan selanjutnya akan disajikan secara
selektif dan sistematis. Langkah berikutnya, data tersebut dibahas/ dianalisis
dengan metode diskriptif analisis, artinya dari semua bahan hukum yang berhasil
dikumpulkan dipakai untuk menggambarkan permasalahan dan sekaligus pemecahannya
dan dilakukan secara kualitatif normatif, dengan
dilengkapi dengan analisa historis dan komparatif.
BAB II
KAJIAN
TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A.
Kajian
Teoritis
Definisi terbentuknya
kota di indonesia karena ada daratan luas memiliki potensi yang sama . terdapat
keluarga yang ditempatkan merata, memiliki jarak yang sama dan memiliki
kebutuhan yang sama. Berdasarkan syarat administratif, teknis dan fisik
kewilayahan, termasuk kemampuan ekonomi , potensi daerah, sosial budaya, sosial
politik ,kependudukan, luas daerah, Pertanahan, keamanan, tingkat kesejahteraan
masyarakat, rentang kendali, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya
otonomi daerah.minimal 4 kecamatan untuk pembentukan kota.
Tujuan di bentuknya kota adalah untuk meningkatkan :
1)
sumber Pendapatan Asli Daerah;
2)
pertumbuhan
ekonomi;
3)
pendapatan
masyarakat; dan
4)
penyerapan
tenaga kerja.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka pembentukan Kota
Tanggerang Selatan haruslah memenuhi semua persyaratan.
B.
Praktek
Empiris
Perencanaan
perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta
pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan,
diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk
itu Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan harus benar-benar serasi dan
terpadu penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang Wilayah
yang terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan
Untuk mencapai daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan
perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada selama ini dalam
pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam wilayah calon Kota
Tangerang Selatan.
Dalam rangka tertib administrasi,
diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan personel, aset, dan dokumen dari
Pemerintah Kabupaten Tangerang Kepada
Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Demikian pulanya Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang yang berkedudukan, kegiatan, dan lokasinya
berada di Kota Tangerang Selatan, untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam
penyelenggaraannya, jika dianggap perlu, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten
Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) yang pelayanan/kegiatan operasionalnya
mencakup kabupaten induk dan kabupaten baru, pemerintah daerah yang bersangkutan
melakukan kerjasama. Begitu
juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kota Tangerang Selatan diserahkan
oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Berkenaan dengan pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.
Penyertaan
Modal
Yang dimaksud dengan hibah dalam
ketentuan ini adalah pemberian sejumlah uang yang besarnya didasarkan pada
Keputusan Bupati Tangerang nomor 130/Kep.239-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007 dan
Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13
tahun 2007 tanggal
Yang dimaksud dengan memberikan
bantuan dana dalam ketentuan ini adalah pemberian sejumlah dana
yang didasarkan pada Keputusan Gubernur Banten Nomor ... tanggal ...
dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor … tanggal Pengurangan
dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan
Pemerintah Kabupaten Tangerang yang belum dibayarkan.
BAB III
EVALUASI DAN
ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 3,4,5,dan
6) yang di tuangkan dalam peraturan pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata
cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, diisyratkan bahwa dalam
pembentukan Pemerintah yang baru di dasari Kepada Persyaratan Administratif ,
Teknis dan fisik ke wilayahan,Termasuk Kemampuan ekonomi, Potensi Daerah,
Sosial Budaya, Sosial Politik, kependudukan, luas daerah, Pertanahan, keamanan,
tingkat kesejah teraan masyarakat, rentang kendali, dan faktor yang lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Secara administratif paling
sedikit 4 kecamatan untuk membentuk kota.
Yang dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dalam Pembentukan Kota Tanggerang
selatan Sebagai dasar Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan
di Provinsi Banten Mengingat :
1. Pasal
18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 23 tahun
2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4310);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor (4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Dengan mengajukan Rancangan
Undang-undang haruslah mengikuti seluruh struktural yang ada agar apa yang di
rencanakan tidaklah mengakibatkan kerugian yang Sia-sia dan percuma, baik
disenaja maupun tidak disengaja nantinya.
BAB IV
LANDASAN
FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A.
LANDASAN
FILOSOFIS
Pembangunan
nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang
berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Guna mencapai tujuan
tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian,
keselasaran, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang
ekonomi dan keuangan. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah
yang semakin menyatu dengan ekonomi bahwa
dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah,
kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di
bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan
Pembangunan Daerah Otonom harus memperhatikan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah
ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut:
Asas Desentralisasi Adalah Wewenang Pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah otonom.
Asas Dekonsentrasi Adalah urusan Pemerintah Pusat yang
diserahkan kepada pemerintah daerah melalui pejabat-pejabatnya dan tetap
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat baik mengenai perencanaan pelaksanaan
maupun pembiayaan
Asas Tugas Pembantuan Adalah menyangkut kekuasaan
pemerintah pusat mengenai penentuan kebijakan.
B.
LANDASAN SOSIOLOGIS
bahwa untuk memacu perkembangan
dan kemajuan Provinsi Banten pada umumnya dan Kabupaten Tangerang pada
khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang
perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan
pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat .
bahwa dengan
memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan
pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan
serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang, dipandang perlu
membentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten.
bahwa pembentukan Kota
Tangerang Selatan diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di
bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan
kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.
C.
LANDASAN
YURIDIS
Pada dasarnya Undang-Undang
yang di gunakan dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan Kota Pasal 18, Pasal
18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam pembentukan
kota.
dalam hal ini
meliputi Berdasarkan ketentuan Pasal
173 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004, sebagaimana
telah diubah kedua
dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 Pemerintah
Daerah ( Lembaran Negara )
Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
IndonesiaTahun 2008 Nomor 12
tentang perubhan Kedua atas
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.
BAB V
JANGKAUAN,
ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN
DAERAH KABUPATEN/KOTA
Daerah otonom, selanjutnya disebut
daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.Provinsi Banten adalah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 tentang
Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4.Kabupaten Tangerang adalah
kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950), yang merupakan kota asal Kota Tangerang Selatan.
A. Rumusan akademik mengenai
pengertian istilah, dan frasa :
1. Daerah adalah Kabupaten Tanggerang
2. Pemerintah
Daerah adalah Bupati
dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintah Daerah
3. Bupati adalah Bupati Tanggerang.
4.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
Kabupaten Tanggerang.
5. Kota Tanggerang Selatan merupakan
Kabupaten Tangerang, dipandang perlu membentuk Kota Tangerang Selatan
di wilayah Provinsi Banten.
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kota
Tangerang Selatan di Provinsi Banten; Mengingat : 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal
18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
6. Dengan Undang-Undang
ini dibentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia
7. meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, keikhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan.
8. Untuk menyelenggarakan
pemerintahan di Kota Tangerang Selatan dibentuk perangkat daerah yang meliputi Sekretariat
Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga
Teknis Daerah, serta unsur perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan
kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
B. Materi yang
akan diatur dalam Peraturan daerah ini adalah penormaan tentang :
1.
Kota Tangerang Selatan berhak mendapatkan alokasi dana
perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai dana
perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
2.
Setelah 5 (lima) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama
Gubernur Provinsi Banten melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan
Pemerintahan Kota Tangerang Selatan.
3.
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan kebijakan
lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Provinsi Banten sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
4.
Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat
WaliKota Tangerang Selatan menyusun Rancangan Peraturan Walikota tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan untuk tahun
anggaran berikutnya.
5.Proses
pengesahan dan penetapan Peraturan WaliKota Tangerang Selatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
6.
Semua Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang, Peraturan dan
Keputusan Bupati Tangerang yang selama ini berlaku di Kota Tangerang Selatan
harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
7.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
VI
PENUTUP
A. Simpulan
Bahwa di bentuknya
Kota Tanggerang Selatan bertujuan untuk pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau.
Kondisi demikian perlu
diatasi dengan memperpendek rentang
kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan
publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat. Dengan Dengan
terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi
Banten berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya Kelembagaan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Perangkat Daerah yang efektif dan efisien sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pelaksanaan
pemindahan personil, pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik
dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Tangerang Selatan.
Dalam melaksanakan otonomi daerah,
Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan
ekonomi, penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan
peningkatan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
B. Saran
Bahwa berdasarkan uraian pada Naskah Akademik
ini perlu disusun materi penormaan yang
lengkap terhadap pelaksanaan Pembentukan Kota Tanggerang Selatan bertujuan menjadikan daerah yang lebih maju
harulah berdasarkan kebutuhan. Jangan menyebabkan kerugian nantinya.
Bahwa
dalam pembentukan pemerintahan
perlulah secepatnya di bentuk struktural dalam berjalanya bentuk pemerintahan yang dapat
berjalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana diubah keduakalinya dengan Undang–undang Nomor 12 Tahun
2008
3.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438)
4. Yulies
Tiena Marsiani, SH.,M.HUM.Pengantar hukum Indonesia. Jakarta :Sinar Grafika.
5. Pasal
18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
LAMPIRAN
RACANGAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN
DI PROVINSI BANTEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk memacu
perkembangan dan kemajuan Provinsi Banten pada umumnya dan Kabupaten Tangerang
pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat,
dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat;
b. bahwa dengan memperhatikan
kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan
dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta
meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang, dipandang perlu
membentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten;
c. bahwa pembentukan Kota Tangerang
Selatan diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam
pemanfaatan potensi daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten;
Mengingat : 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 23 tahun
2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor (4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN
KOTA
TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN.
2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan :
1.Pemerintah pusat, selanjutnya
disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.Daerah otonom, selanjutnya disebut
daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.Provinsi Banten adalah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 tentang
Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4.Kabupaten Tangerang adalah
kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950), yang merupakan kota asal Kota Tangerang
Selatan.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN BATAS WILAYAH
Bagian Kesatu
Pembentukan
Pasal 2
Dengan Undang-Undang ini dibentuk
Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pasal 3
Kota Tangerang Selatan berasal dari
sebagian wilayah Kabupaten Tangerang yang terdiri atas cakupan wilayah:
a. Kecamatan Serpong;
b. Kecamatan Ciputat;
c. Kecamatan Pamulang;
d. Kecamatan Pondok Aren;
e. Kecamatan Serpong Aren;
f. Kecamatan Ciputat Timur; dan
g. Kecamatan Setu.
Pasal 4
Dengan terbentuknya Kota Tangerang
Selatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Kabupaten Tangerang
dikurangi dengan wilayah Kota Tangerang Selatan sebagaimanai maksud dalam Pasal
3.
3
Bagian Kedua
Batas Wilayah
Pasal 5
(1) Kota Tangerang Selatan
mempunyai batas-batas wilayah :
a. sebelah utara berbatasan dengan
Kota Tangerang;
b. sebelah timur berbatasan dengan
Provinsi DKI Jakarta;
c. sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang.
(2) Batas wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(3) Cakupan wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, digambarkan dalam peta wilayah, yang merupakan wilayah
Kota Tangerang Selatan sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini.
(4) Batas cakupan wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wilayah yang terdapat dalam batas-batas
tersebut digambarkan dalam peta wilayah, yang merupakan wilayah Kota Tangerang
Selatan sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini dan merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(5) Penentuan batas wilayah Kota
Tangerang Selatan secara pasti di lapangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penentuan batas wilayah secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 6
(1) Dengan terbentuknya Kota
Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Kota Tangerang
Selatan menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Banten serta memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
di sekitarnya.
BAB III
URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 7
(1) Urusan pemerintahan daerah yang
menjadi kewenangan Kota Tangerang Selatan mencakup urusan wajib dan urusan
pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Urusan Wajib yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian
pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat;
4
d. penyediaan sarana dan prasarana
umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang
ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pembangunan koperasi,
usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan
pencatatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum
pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman
modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Urusan Pilihan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, keikhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
BAB IV
PEMERINTAHAN DAERAH
Bagian Kesatu
Peresmian Daerah Otonom Baru dan Penjabat Kepala
Daerah
Pasal 8
Peresmian Kota Tangerang Selatan
dan pelantikan Penjabat WaliKota Tangerang Selatan dilakukan oleh Menteri Dalam
Negeri atas nama Presiden paling lambat 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang
ini diundangkan.
` Bagian
Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 9
(1) Pengisian keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan untuk pertama kali dilakukan
dengan cara penetapan berdasarkan perimbangan hasil perolehan suara partai
politik peserta Pemilihan Umum Tahun 2004 yang dilaksanakan di Kabupaten
Tangerang.
(2) Jumlah dan tata cara pengisian
keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Tangerang yang asal daerah pemilihannya pada Pemilihan Umum
Tahun 2004 terbagi ke dalam wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang
Selatan sebagai akibat dari Undang-Undang ini, yang
bersangkutan dapat memilih untuk
mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Tangerang Selatan atau
tetap pada keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang.
5
(4) Penetapan keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten
Tangerang.
(5) Peresmian pelantikan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan dilaksanakan paling
lambat 6 (enam) bulan setelah pelantikan Penjabat WaliKota
Tangerang Selatan.
Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah
Pasal 10
(1) Untuk memimpin penyelenggaraan
pemerintahan di Kota Tangerang Selatan dipilih dan disahkan Bupati dan Wakil
Bupati, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, paling lama 1 (satu) tahun
sejak terbentuknya Kota Tangerang Selatan.
(2) Sebelum terpilihnya Walikota
dan Wakil Walikota definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pertama
kalinya Penjabat Walikota diangkat dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas
nama Presiden berdasarkan usul Gubernur dari Pegawai Negeri Sipil dengan masa
jabatan paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Menteri Dalam Negeri dapat
menunjuk Gubernur Banten untuk melantik Penjabat
WaliKota Tangerang Selatan.
(4) Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang memiliki
kemampuan dan pengalaman jabatan di
bidang pemerintahan serta memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan itu
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Apabila dalam waktu 1 (satu)
tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terpilih dan belum dilantik
Walikota definitif, Menteri Dalam Negeri dapat mengangkat kembali Penjabat
Walikota untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya paling lama 1 (satu) tahun
atau menggantinya dengan penjabat lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(6) Gubernur melakukan pembinaan,
pengawasan, evaluasi dan fasilitasi terhadap kinerja Penjabat Walikota dalam
melaksanakan tugas pemerintahan, proses pengisian anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan pemilihan Walikota/Wakil Walikota.
Pasal 11
Untuk pertama kali pembiayaan pelaksanaan
pemilihan Walikota dan Wakil WaliKota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten Tangerang dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Banten.
Pasal 12
(1) Untuk menyelenggarakan
pemerintahan di Kota Tangerang Selatan dibentuk perangkat daerah yang meliputi
Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, serta unsur perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan
kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Perangkat daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah dibentuk oleh Penjabat Walikota paling lama 6
(enam) bulan sejak tanggal pelantikan.
6
BAB V
PERSONEL, ASET DAN DOKUMEN
Pasal 13
(1) Bupati Tangerang bersama
Penjabat WaliKota Tangerang Selatan menginventarisasi, mengatur, dan
melaksanakan pemindahan personel, penyerahan aset, serta dokumen kepada
Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
(2) Pemindahan personel sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan
penjabat walikota.
(3) Penyerahan aset dan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak
pelantikan penjabat walikota.
(4) Personel sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi Pegawai Negeri Sipil yang karena tugas dan
kemampuannya diperlukan oleh Kota Tangerang Selatan.
(5) Gubernur Banten memfasilitasi
pemindahan personel, penyerahan aset, dan dokumen kepada Kota Tangerang
Selatan.
(6) Gaji dan tunjangan Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selama belum ditetapkannya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja dari asal satuan kerja personel yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Aset dan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), meliputi :
a. barang milik/dikuasai yang
bergerak dan tidak bergerak dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten
Tangerang yang berada dalam wilayah Kota Tangerang
Selatan;
b. Badan Usaha Milik Daerah
Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan
lokasinya berada di Kota Tangerang
Selatan;
c. utang piutang Kabupaten
Tangerang yang kegunaannya untuk Kota Tangerang Selatan menjadi tanggungjawab
Kota Tangerang Selatan; dan
d. dokumen dan arsip yang karena
sifatnya diperlukan oleh Kota Tangerang Selatan.
(8) Dalam hal penyerahan dan
pemindahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan
oleh Bupati Tangerang, Gubernur Banten selaku wakil Pemerintah wajib
menyelesaikannya.
(9) Pelaksanaan pemindahan personel
dan penyerahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaporkan oleh Gubernur Banten kepada Menteri Dalam Negeri.
BAB VI
PENDAPATAN, ALOKASI DANA PERIMBANGAN,
HIBAH DAN BANTUAN DANA
Pasal 14
(1) Kota Tangerang Selatan berhak
mendapatkan alokasi dana perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
mengenai dana perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
7
(2) Dalam dana perimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
mengalokasikan dana alokasi khusus
prasarana pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Pemerintah Kabupaten Tangerang
sesuai kesanggupannya memberikan hibah berupa uang untuk menunjang kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan Kota Tangerang Selatan sebesar Rp ... (... milyar
rupiah) setiap tahun selama ... (...) tahun berturut-turut.
(2) Pemerintah Provinsi Banten
sesuai kesanggupannya memberikan bantuan dana untuk
menunjang kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan Kota Tangerang Selatan sebesar Rp ... (... milyar rupiah) setiap
tahun selama ... (...) tahun berturut-turut.
(3) Hibah dan bantuan dana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimulai sejak pelantikan
Penjabat WaliKota Tangerang Selatan.
(4) Apabila Kabupaten Tangerang
tidak memenuhi kesanggupannya memberikan hibah sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari
Kabupaten Tangerang untuk diberikan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
(5) Apabila Provinsi Banten tidak
memenuhi kesanggupannya memberikan bantuan dana sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari
Provinsi Banten untuk diberikan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
(6) Penjabat WaliKota Tangerang
Selatan menyampaikan realisasi penggunaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada Bupati Tangerang.
(7) Penjabat WaliKota Tangerang
Selatan menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana hibah
dan dana bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada
Gubernur Banten.
Pasal 16Penjabat
WaliKota Tangerang Selatan berkewajiban melakukan penatausahaan keuangan daerah
sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 17
(1) Untuk mengefektifkan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Banten
melakukan pembinaan dan fasilitasi secara khusus terhadap Kota Tangerang
Selatan dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diresmikan.
(2) Setelah 5 (lima) tahun sejak
diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur Provinsi Banten melakukan evaluasi
terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Kota Tangerang Selatan.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan kebijakan lebih lanjut oleh Pemerintah
dan Gubernur Provinsi Banten sesuai dengan peraturan perundangundangan.
8
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
(1) Sebelum terbentuknya Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat WaliKota Tangerang Selatan menyusun
Rancangan Peraturan Walikota tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kota Tangerang Selatan untuk tahun anggaran berikutnya.
(2) Rancangan Peraturan WaliKota
Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah
disahkan oleh Gubernur Banten.
(3) Proses pengesahan dan penetapan
Peraturan WaliKota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Sebelum Kota Tangerang Selatan
menetapkan peraturan daerah dan peraturan bupati sebagai pelaksanaan
Undang-Undang ini, semua peraturan daerah dan Peraturan Bupati Tangerang tetap
berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
(2) Semua Peraturan Daerah
Kabupaten Tangerang, Peraturan dan Keputusan Bupati Tangerang yang selama ini
berlaku di Kota Tangerang Selatan harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat berlakunya Undang-Undang
ini, semua ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan
Kota Tangerang Selatan disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut yang
diperlukan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, diatur sesuaidengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 22
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA
ANDI MATTALATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR
...
9
PENJELASAN ATAS
RANCANGAN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN
DI PROVINSI BANTEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Provinsi Banten yang memiliki luas
wilayah ± 9.018,64 km2 dengan penduduk pada tahun2005 berjumlah 9.127.923 jiwa
terdiri atas 4 (empat) Kabupaten dan 2 (dua) Kota, perlumemacu peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memperkukuh NegaraKesatuan Republik
Indonesia.Kabupaten Tangerang yang mempunyai luas wilayah ± 1.160,41 km2 dengan
jumlah
penduduk pada tahun 2005 berjumlah
3.195.737 jiwa terdiri atas 26 (dua puluh enam)
kecamatan. Kabupaten tersebut
memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk
mendukung peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan luas wilayah dan besarnya
jumlah penduduk seperti ini, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan kepada masyarakat
belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu
diatasi dengan memperpendek rentang
kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan
publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat.
Selanjutnya dengan memperhatikan
aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 28 Tahun 2006 tanggal 27 Desember 2006 tentang
Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007
tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja Operasional dan
Pemiliharaan Kepada Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 26 Tahun 2007 tanggal 24 September 2007
tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah Pemerintah Kota Tangerang Selatan,
Surat Bupati Tangerang Nomor 135/088 Binwil/2007 tanggal 30 Januari 2007
perihal Persetujuan Pembentukan Daerah, Keputusan Bupati Tangerang Nomor
130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang Persetujuan Pembentukan
Kota Tangerang Selatan, Surat Bupati Tangerang Nomor 137/530 Binwil-2007
tanggal 15 Maret 2007 perihal Usul Pembentukan Daerah Otonom, Keputusan Bupati
Tangerang Nomor 130/Kep.239- Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007 tentang Belanja
Operasional dan Pemiliharaan untuk Pemerintahan Kota Tangerang Selatan,
Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.380- Huk/2007 tanggal 6 Agustus 2007
tentang Penetapan Batas Wilayah Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep- DPRD/18/2007 tanggal
21 Mei 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Surat
Gubernur Banten Nomor 135/1436-Pem/2007 tanggal 25 Mei 2007 perihal Usulan
Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Gubernur Banten Nomor 125.3/Kep.353-Huk/2007
tanggal 25 Mei 2007 Tentang Persetujuan Pembentukan Kota 10 Tangerang Selatan,
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten TangerangNomor 01 Tahun 2007
tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan Ditetapkannya ExKantor Kewedanaan
Ciputat menjadi Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, danKeputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007tanggal 4 Mei
2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja Operasionaldan
Pemiliharaan Kepada Kota Tangerang selatan Berdasarkan hal tersebut Pemerintah
telah melakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan
pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa
Pemerintah perlu membentuk Kota
Tangerang Selatan.
Pembentukan Kota Tangerang Selatan
yang merupakan pemekaran dari Kabupaten
Tangerang terdiri atas 7 (tujuh)
Kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Pamulang,
Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Serpong Aren, Kecamatan Ciputat Timur, dan
Kecamatan Setu. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah keseluruhan ±
147,19 km2 dengan jumlah penduduk ± 918.783 jiwa pada tahun 2005.
Dengan terbentuknya Kota Tangerang
Selatan sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Banten berkewajiban membantu
dan memfasilitasi terbentuknya Kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Perangkat Daerah yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pelaksanaan pemindahan personil,
pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat di Kota Tangerang Selatan.
Dalam melaksanakan otonomi daerah,
Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi,
penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan peningkatan
sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Lampiran peta cakupan wilayah
digambarkan dengan skala 1:50.000
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
11
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam rangka pengembangan Kota
Tangerang Selatan khususnya guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang,
serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk itu
Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan harus benar-benar serasi dan terpadu
penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang Wilayah yang
terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Peresmian kabupaten dan pelantikan
Penjabat Bupati dapat dilakukan secara bersamaan dan pelaksanaannya dapat
bertempat di ibukota negara, atau ibukota provinsi, atau ibukota kabupaten.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penjabat WaliKota Tangerang Selatan
diusulkan oleh Gubernur Banten dengan pertimbangan Bupati Tangerang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 11
Pembebanan biaya pelaksanaan
pemilihan Bupati dan Wakil WaliKota Tangerang Selatan kepada APBD Provinsi
Banten dan APBD Kabupaten Tangerang dilaksanakan secara proposional sesuai
dengan kemampuan keuangan masing-masing Daerah.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
12
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Untuk mencapai daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan
kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan
perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada selama ini dalam
pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam wilayah calon Kota
Tangerang Selatan.
Dalam rangka tertib administrasi,
diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan personel, aset, dan dokumen dari
Pemerintah Kabupaten Tangerang
Kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Demikian pulanya Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang yang berkedudukan, kegiatan, dan lokasinya
berada di Kota Tangerang Selatan, untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam
penyelenggaraannya, jika dianggap perlu, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten
Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) yang pelayanan/kegiatan
operasionalnya mencakup kabupaten
induk dan kabupaten baru, pemerintah
daerah yang bersangkutan melakukan
kerjasama.
Begitu juga utang piutang yang
penggunaannya untuk Kota Tangerang Selatan diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten
Tangerang kepada Pemerintah Kota
Tangerang Selatan. Berkenaan dengan
pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan hibah dalam ketentuan
ini adalah pemberian sejumlah uang yang besarnya didasarkan pada Keputusan
Bupati Tangerang nomor 130/Kep.239-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007 dan Keputusan
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007
tanggal
4 Mei 2007.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan memberikan
bantuan dana dalam ketentuan ini adalah
pemberian sejumlah dana yang
didasarkan pada Keputusan Gubernur Banten
Nomor ... tanggal ... dan Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Banten Nomor … tanggal …
13
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengurangan dana alokasi umum
adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten
Tangerang yang belum dibayarkan.
Ayat (5)
Pengurangan dana alokasi umum
adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Provinsi Banten
yang belum dibayarkan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR ...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR.H.SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
[1] Penelitian Hukum
Normatif terdiri dari : 1). Penelitian terhadap azas-azas hukum; 2). Penelitian
terhadap sistematika; 3). Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan
Horizontal; 4). Perbandingan hukum; 5). Sejarah hukum. Liat Soerjono Soekanto
dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali, 1986, hal 15.Sedangkan
Soetandyo Wignjosoebroto menggunakan istilah penelitian hukum doctrinal.
Penelitian ini terdiri dari: 1). Penelitian yang berupa usaha inventarisasi
hukum positif; 2). Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar
falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif; 3). Penelitian yang berupa usaha
penemuan hukum in concreto yang layak
diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu. Lihat Bambang
Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,
Rajawali, Jakarta,
1998, Hal 43.
[2] Ronny Hanitijo
menggolongkan data sekunder dibidang Hukum menjadi bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Lihat Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalia, Jakarta, 1994, Hal 11-12
[3] SoerjonoSoekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
PenerbitUniversitas Indonesia,
Jakarta, 2005,
hal. 10
[4] Jacob Vredenbergt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat,
Gramedia, Jakarta,
1983, hal. 33-37.
[5] Menurut Soerjono
Soekanto Hipotesis tidak mutlak harus ada dalam penelitian. Bila suatu
penelitian bertujuan memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala
dengan gejala
lain,
hipotesis barulah diperlukan. Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal 147.
[7] Soerjono Soekanto dan
Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,
Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta,
1986, hal 28
[8] Ronny Hanitijo
Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan
Jurimetri, Ghalia, Indonesia, 1994, Hal 98.
0 komentar:
Posting Komentar