Jumat, 11 Oktober 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN



RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN
DI PROVINSI BANTEN

           BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam hal ini khususnya Kabupaten Tangerang inggin menciptakan perkembangan dan kemajuan Provinsi Banten dengan membuat Rancangan Undang-undang yang bertujuan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Dengan pembentukan Kota Tanggerang Selatan. Bahwa dengan berkembangnya Perekonomian, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, social budaya, pertahanan dan keamanan serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang, dipandang perlu membentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten.
Dengan di bentuknya Kota Tanggerang Selatan diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.
Perlunya Pembentukan Kota Tanggerang selatan didasari oleh Rancangan Undang-Undang Rencana Kota, Pemerintahan Daerah, Provinsi, tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia), Undang-undang peraturan daerah, Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Dengan dibentuknya Rancangan undang-undang tersebut bertujuan memenuhi aspek-aspek baik filosofis, sosiologis, serta yuridis guna mendukung perlunya rancangan undang-undang ini.
Keberhasilan dalam mewujudkan penyusunan Kota baru haruslah berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada, dan dapat memenuhi kebutuhan. yang memang dapat menjadikan berkembangnya suatu daerah dan banyak manfaat yang di rasakan maka dalam pembangunan maupun menciptakan tatanan masyarakat yang modern perlulah menjadikan daerah tersebut berubah menjadi Kota yang tadinya Kabupaten karena Perkembangan dan kebutuhan yang memadai. perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten Mengingat : 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor (4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Dengan mengajukan Rancangan Undang-undang haruslah mengikuti seluruh struktural yang ada agar apa yang di rencanakan tidaklah mengakibatkan kerugian yang Sia-sia dan percuma, baik disenaja maupun tidak disengaja nantinya.

B.     Identifikasi Masalah
1)      Apa masalah yang dihadapi  untuk merubah dari Kabupaten menjadi Kota tersebut ?
2)      Mengapa Rancangan Peraturan daerah sebagai pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan dalam penyelesaian masalah.
3)      Pertimbangan apa yang harus menjadi dasar Rancangan tersebut?
4)      Sasaran apa yang dituju?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1)      Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam perubahan tersebut bagi bangsa, negara, dan masyarakat.
2)      Merumuskan permasalahan Hukum yang dihadapi sebagai alasan permbentukan rancangan Undang-undang sebagai dasar Hukum penyelesaian atau solusi permasalahan.
3)      Merumuskan pertimbangan atau landasan yang di ada dalam Rancangan undang-undang.
4)      Merumuskan sasaran yang akan di wujudkan, ruang lingkup, pengaturan, jangkauan dan arah rancangan Undang-undang Daerah.

D.    Metode
Deskripsi yang lebih terperinci mengenai objek dan metode penelitian pada pokoknya adalah sebagai berikut:
1.         Metode Pendekatan
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif [1], yang oleh beberapa penulis buku penelitian “hukum normatif” dipahami sebagai penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder[2]. Jenis dan Sumber Data
Penelitian Penelitian ini dikategorikan penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian yang mendeskriptifkan secara terperinci hasil analisis mengenai asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf sinkronisasi
vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.[3]
Vredenbergt membagi tipe-tipe penelitian kedalam tiga tipe, yaitu : 1). Penelitian eksploratif (exploratory research); 2). Penelitian yang menguji satu atau beberapa hipotesis (testing research); dan 3). Penelitian deskriptif (descriptive research)[4]. Terkait dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini akan dilakukan tanpa didahului perumusan hipotesis. Hipotesis adalah pernyataan tentang hubungan antara dua variable atau lebih dan selali dirumuskan dalam kalimat pernyataan. Dapat saja suatu hipotesis diperlukan dalam suatu penelitian deskriptif yang bertujuan memperoleh data tentang hubungan suatu gejala dengan gejala lainnya.[5]
Menurut Vredenbergt, tujuan penelitian deskriptif ialah melukiskan realitas sosial yang kompleks (menyederhanakan realitas sosial yang kompleks) agar dapat ditangkap bagi suatu analisis lebih lanjut. Artinya, penelitian deskriptif akan ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lainnya.[6]
2.         Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Sebagaimana spesifikasi dalam penelitian ini yang merupakan penelitian normatif, maka sumber data yang utama dalam penelitian ini adalah data sekunder sedangkan data primer hanya sebagai penunjang.
Dalam metodologi riset, data sekunder yang berupa bahan pustaka memiliki ciri umum antara lain[7]:
a.         Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat
b.        Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu.
c.         Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat.
Data sekunder yang digunakan meliputi[8]:
a)         Bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum yang mengikat antara lain :
1)   Pancasila;
2)   Norma atau kaidah dasar (Pembukaan UUD 1945);
3)   Peraturan Perundang-Undangan;
4)   KUHP
5)   Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, misalnya hukum adat;
6)   Yurisprudensi danTraktat.
b)        Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yaitu :
1)   Konsep Rancangan KUHP Nasional;
2)   Hasil karya ilmiah para sarjana;
3)   Hasil-hasil penelitian;
4)   Buku-buku yang relevan;
5)   Hasil-hasil pertemuan ilmiah (seminar, simposium, diskusi) dan lain-lain.
c)         Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuktentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus-kamus seperti kamus bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab,ensiklopedia, serta kamus-kamus keilmuan seperti kamus istilah hukum.
3.         Teknik Pengumpulan Data
Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data terutama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis berupa bendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli, juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi yang ada.[9]
Penelitian ini menjadikan bahan kepustakaan sebagai tumpuan utamanya. Kajian pustaka ini dilakukan untuk melihat sejauh mana masalah ini pernah ditulis atau diteliti oleh orang lain, kemudian akan ditinjau, apa yang ditulis, bagaimana pendekatan dan metodologinya, apakah ada persamaan atau perbedaan. Selanjutnya dengan tinjauan pustaka ini penulis dapat menghindari penulisan yang sama
4.         Penyajian Data dan Analisis Data.
Bahan-bahan yang telah berhail diperoleh atau dikumpulkan selanjutnya akan disajikan secara selektif dan sistematis. Langkah berikutnya, data tersebut dibahas/ dianalisis dengan metode diskriptif analisis, artinya dari semua bahan hukum yang berhasil dikumpulkan dipakai untuk menggambarkan permasalahan dan sekaligus pemecahannya dan dilakukan secara kualitatif normatif, dengan dilengkapi dengan analisa historis dan komparatif.


















                                                                       
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A.  Kajian Teoritis
Definisi terbentuknya kota di indonesia karena ada daratan luas memiliki potensi yang sama . terdapat keluarga yang ditempatkan merata, memiliki jarak yang sama dan memiliki kebutuhan yang sama. Berdasarkan syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan, termasuk kemampuan ekonomi , potensi daerah, sosial budaya, sosial politik ,kependudukan, luas daerah, Pertanahan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.minimal 4 kecamatan untuk pembentukan kota.
Tujuan di bentuknya kota adalah untuk meningkatkan :
1)         sumber Pendapatan Asli Daerah;
2)        pertumbuhan ekonomi;
3)        pendapatan masyarakat; dan
4)        penyerapan tenaga kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka pembentukan Kota Tanggerang Selatan haruslah memenuhi semua persyaratan.

 


B.     Praktek Empiris
Perencanaan
perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk itu Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan harus benar-benar serasi dan terpadu penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang Wilayah yang terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pelaksanaan
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada selama ini dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam wilayah calon Kota Tangerang Selatan.
Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan personel, aset, dan dokumen dari Pemerintah Kabupaten Tangerang  Kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Demikian pulanya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang yang berkedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan, untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraannya, jika dianggap perlu, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang pelayanan/kegiatan operasionalnya mencakup kabupaten induk dan kabupaten baru, pemerintah daerah yang bersangkutan melakukan kerjasama. Begitu juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kota Tangerang Selatan diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Berkenaan dengan pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.
Penyertaan Modal
Yang dimaksud dengan hibah dalam ketentuan ini adalah pemberian sejumlah uang yang besarnya didasarkan pada Keputusan Bupati Tangerang nomor 130/Kep.239-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007 dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007 tanggal
Yang dimaksud dengan memberikan bantuan dana dalam ketentuan ini adalah pemberian sejumlah dana yang didasarkan pada Keputusan Gubernur Banten Nomor ... tanggal ... dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor … tanggal Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten Tangerang yang belum dibayarkan.





BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 3,4,5,dan 6) yang di tuangkan dalam peraturan pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, diisyratkan bahwa dalam pembentukan Pemerintah yang baru di dasari Kepada Persyaratan Administratif , Teknis dan fisik ke wilayahan,Termasuk Kemampuan ekonomi, Potensi Daerah, Sosial Budaya, Sosial Politik, kependudukan, luas daerah, Pertanahan, keamanan, tingkat kesejah teraan masyarakat, rentang kendali, dan faktor yang lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Secara administratif paling sedikit 4 kecamatan untuk membentuk kota.
Yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dalam Pembentukan Kota Tanggerang selatan Sebagai dasar Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten Mengingat :
1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor (4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Dengan mengajukan Rancangan Undang-undang haruslah mengikuti seluruh struktural yang ada agar apa yang di rencanakan tidaklah mengakibatkan kerugian yang Sia-sia dan percuma, baik disenaja maupun tidak disengaja nantinya.















BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A.    LANDASAN FILOSOFIS
Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselasaran, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi bahwa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan
Pembangunan Daerah Otonom harus memperhatikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagai berikut:
Asas Desentralisasi Adalah Wewenang Pemerintahan yang diserahkan kepada daerah otonom.
Asas Dekonsentrasi Adalah urusan Pemerintah Pusat yang diserahkan kepada pemerintah daerah melalui pejabat-pejabatnya dan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat baik mengenai perencanaan pelaksanaan maupun pembiayaan
Asas Tugas Pembantuan Adalah menyangkut kekuasaan pemerintah pusat mengenai penentuan kebijakan.

B.     LANDASAN SOSIOLOGIS
bahwa untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi Banten pada umumnya dan Kabupaten Tangerang pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat .
 bahwa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang, dipandang perlu membentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten.
bahwa pembentukan Kota Tangerang Selatan diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.
C.    LANDASAN YURIDIS
Pada dasarnya Undang-Undang yang di gunakan dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan Kota  Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pembentukan kota.
dalam hal ini meliputi Berdasarkan  ketentuan  Pasal  173  Undang-Undang  Nomor  32 Tahun  2004,  sebagaimana  telah  diubah  kedua  dengan  Undang-Undang  Nomor  12 Tahun  2008  Pemerintah  Daerah  ( Lembaran Negara ) Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2008  Nomor 12 tentang  perubhan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.
           




                                                                       



BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.Provinsi Banten adalah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4.Kabupaten Tangerang adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950), yang merupakan kota asal Kota Tangerang Selatan.
A. Rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa :
1. Daerah adalah Kabupaten Tanggerang
2. Pemerintah  Daerah  adalah   Bupati  dan  Perangkat Daerah sebagai unsur                                                           penyelenggara  Pemerintah Daerah
3.  Bupati adalah Bupati Tanggerang.
4.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Tanggerang.
5. Kota Tanggerang Selatan merupakan Kabupaten Tangerang, dipandang perlu membentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten; Mengingat : 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Dengan Undang-Undang ini dibentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
7. meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, keikhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
8. Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Kota Tangerang Selatan dibentuk perangkat daerah yang meliputi Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, serta unsur perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B.             Materi yang akan diatur dalam Peraturan daerah ini adalah penormaan tentang :
1. Kota Tangerang Selatan berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai dana perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
2. Setelah 5 (lima) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur Provinsi Banten melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Kota Tangerang Selatan.
3. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan kebijakan lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Provinsi Banten sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat WaliKota Tangerang Selatan menyusun Rancangan Peraturan Walikota tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan untuk tahun anggaran berikutnya.
5.Proses pengesahan dan penetapan Peraturan WaliKota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
6. Semua Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang, Peraturan dan Keputusan Bupati Tangerang yang selama ini berlaku di Kota Tangerang Selatan harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
7. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



VI
PENUTUP
A.    Simpulan
Bahwa di bentuknya Kota Tanggerang Selatan bertujuan untuk pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu
diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Banten berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya Kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Perangkat Daerah yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pelaksanaan pemindahan personil, pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Tangerang Selatan.
Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



B.     Saran
Bahwa berdasarkan uraian pada Naskah Akademik ini perlu disusun materi penormaan yang lengkap terhadap pelaksanaan Pembentukan Kota Tanggerang Selatan  bertujuan menjadikan daerah yang lebih maju harulah berdasarkan kebutuhan. Jangan menyebabkan kerugian nantinya.
 Bahwa dalam  pembentukan  pemerintahan  perlulah secepatnya di bentuk struktural dalam  berjalanya bentuk pemerintahan yang dapat berjalan.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.      Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah keduakalinya dengan Undang–undang Nomor 12 Tahun 2008 
3.      Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438)
4.      Yulies Tiena Marsiani, SH.,M.HUM.Pengantar hukum Indonesia. Jakarta :Sinar Grafika.
5.      Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945














LAMPIRAN
RACANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN
DI PROVINSI BANTEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi Banten pada umumnya dan Kabupaten Tangerang pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Tangerang, dipandang perlu membentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten;
c. bahwa pembentukan Kota Tangerang Selatan diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten; Mengingat : 1. Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor (4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN KOTA
TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN.
2
         BAB I
       KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.Provinsi Banten adalah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
4.Kabupaten Tangerang adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950), yang merupakan kota asal Kota Tangerang
Selatan.
BAB II
                                       PEMBENTUKAN DAN BATAS WILAYAH
    Bagian Kesatu
     Pembentukan
Pasal 2
Dengan Undang-Undang ini dibentuk Kota Tangerang Selatan di wilayah Provinsi Banten dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 3
Kota Tangerang Selatan berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tangerang yang terdiri atas cakupan wilayah:
a. Kecamatan Serpong;
b. Kecamatan Ciputat;
c. Kecamatan Pamulang;
d. Kecamatan Pondok Aren;
e. Kecamatan Serpong Aren;
f. Kecamatan Ciputat Timur; dan
g. Kecamatan Setu.
Pasal 4
Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Kabupaten Tangerang dikurangi dengan wilayah Kota Tangerang Selatan sebagaimanai maksud dalam Pasal 3.
3
Bagian Kedua
Batas Wilayah
Pasal 5
(1) Kota Tangerang Selatan mempunyai batas-batas wilayah :
a. sebelah utara berbatasan dengan Kota Tangerang;
b. sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta;
c. sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
(2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(3) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, digambarkan dalam peta wilayah, yang merupakan wilayah Kota Tangerang Selatan sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini.
(4) Batas cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wilayah yang terdapat dalam batas-batas tersebut digambarkan dalam peta wilayah, yang merupakan wilayah Kota Tangerang Selatan sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(5) Penentuan batas wilayah Kota Tangerang Selatan secara pasti di lapangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan batas wilayah secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 6
(1) Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Kota Tangerang Selatan menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten serta memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di sekitarnya.
BAB III
URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 7
(1) Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kota Tangerang Selatan mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Urusan Wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pembangunan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan pencatatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Urusan Pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, keikhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
BAB IV
PEMERINTAHAN DAERAH
Bagian Kesatu
Peresmian Daerah Otonom Baru dan Penjabat Kepala Daerah
Pasal 8
Peresmian Kota Tangerang Selatan dan pelantikan Penjabat WaliKota Tangerang Selatan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lambat 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.
`                                               Bagian Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pasal 9
(1) Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan untuk pertama kali dilakukan dengan cara penetapan berdasarkan perimbangan hasil perolehan suara partai politik peserta Pemilihan Umum Tahun 2004 yang dilaksanakan di Kabupaten Tangerang.
(2) Jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang yang asal daerah pemilihannya pada Pemilihan Umum Tahun 2004 terbagi ke dalam wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan sebagai akibat dari Undang-Undang ini, yang
bersangkutan dapat memilih untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Tangerang Selatan atau tetap pada keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang.
5
(4) Penetapan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tangerang.
(5) Peresmian pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah pelantikan Penjabat WaliKota
Tangerang Selatan.
Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah
Pasal 10
(1) Untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di Kota Tangerang Selatan dipilih dan disahkan Bupati dan Wakil Bupati, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, paling lama 1 (satu) tahun sejak terbentuknya Kota Tangerang Selatan.
(2) Sebelum terpilihnya Walikota dan Wakil Walikota definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pertama kalinya Penjabat Walikota diangkat dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usul Gubernur dari Pegawai Negeri Sipil dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Banten untuk melantik Penjabat
WaliKota Tangerang Selatan.
(4) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang memiliki
kemampuan dan pengalaman jabatan di bidang pemerintahan serta memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terpilih dan belum dilantik Walikota definitif, Menteri Dalam Negeri dapat mengangkat kembali Penjabat Walikota untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya paling lama 1 (satu) tahun atau menggantinya dengan penjabat lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi dan fasilitasi terhadap kinerja Penjabat Walikota dalam melaksanakan tugas pemerintahan, proses pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pemilihan Walikota/Wakil Walikota.
Pasal 11
Untuk pertama kali pembiayaan pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil WaliKota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tangerang dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Banten.
Pasal 12
(1) Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Kota Tangerang Selatan dibentuk perangkat daerah yang meliputi Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, serta unsur perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibentuk oleh Penjabat Walikota paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pelantikan.
6
BAB V
PERSONEL, ASET DAN DOKUMEN
Pasal 13
(1) Bupati Tangerang bersama Penjabat WaliKota Tangerang Selatan menginventarisasi, mengatur, dan melaksanakan pemindahan personel, penyerahan aset, serta dokumen kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
(2) Pemindahan personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan penjabat walikota.
(3) Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 5 (lima) tahun sejak pelantikan penjabat walikota.
(4) Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi Pegawai Negeri Sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan oleh Kota Tangerang Selatan.
(5) Gubernur Banten memfasilitasi pemindahan personel, penyerahan aset, dan dokumen kepada Kota Tangerang Selatan.
(6) Gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), meliputi :
a. barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan/atau dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang yang berada dalam wilayah Kota Tangerang
Selatan;
b. Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Tangerang yang kedudukan, kegiatan, dan
lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan;
c. utang piutang Kabupaten Tangerang yang kegunaannya untuk Kota Tangerang Selatan menjadi tanggungjawab Kota Tangerang Selatan; dan
d. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kota Tangerang Selatan.
(8) Dalam hal penyerahan dan pemindahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan oleh Bupati Tangerang, Gubernur Banten selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya.
(9) Pelaksanaan pemindahan personel dan penyerahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh Gubernur Banten kepada Menteri Dalam Negeri.


BAB VI
PENDAPATAN, ALOKASI DANA PERIMBANGAN,
HIBAH DAN BANTUAN DANA
Pasal 14
(1) Kota Tangerang Selatan berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai dana perimbangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
7
(2) Dalam dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
mengalokasikan dana alokasi khusus prasarana pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Pemerintah Kabupaten Tangerang sesuai kesanggupannya memberikan hibah berupa uang untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kota Tangerang Selatan sebesar Rp ... (... milyar rupiah) setiap tahun selama ... (...) tahun berturut-turut.
(2) Pemerintah Provinsi Banten sesuai kesanggupannya memberikan bantuan dana untuk
menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kota Tangerang Selatan sebesar Rp ... (... milyar rupiah) setiap tahun selama ... (...) tahun berturut-turut.
(3) Hibah dan bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimulai sejak pelantikan Penjabat WaliKota Tangerang Selatan.
(4) Apabila Kabupaten Tangerang tidak memenuhi kesanggupannya memberikan hibah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari Kabupaten Tangerang untuk diberikan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
(5) Apabila Provinsi Banten tidak memenuhi kesanggupannya memberikan bantuan dana sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari Provinsi Banten untuk diberikan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
(6) Penjabat WaliKota Tangerang Selatan menyampaikan realisasi penggunaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati Tangerang.
(7) Penjabat WaliKota Tangerang Selatan menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana hibah dan dana bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Gubernur Banten.
Pasal 16Penjabat WaliKota Tangerang Selatan berkewajiban melakukan penatausahaan keuangan daerah sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PEMBINAAN
Pasal 17
(1) Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Banten melakukan pembinaan dan fasilitasi secara khusus terhadap Kota Tangerang Selatan dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diresmikan.
(2) Setelah 5 (lima) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur Provinsi Banten melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Kota Tangerang Selatan.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan kebijakan lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Provinsi Banten sesuai dengan peraturan perundangundangan.
8
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
(1) Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat WaliKota Tangerang Selatan menyusun Rancangan Peraturan Walikota tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan untuk tahun anggaran berikutnya.
(2) Rancangan Peraturan WaliKota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah disahkan oleh Gubernur Banten.
(3) Proses pengesahan dan penetapan Peraturan WaliKota Tangerang Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Sebelum Kota Tangerang Selatan menetapkan peraturan daerah dan peraturan bupati sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, semua peraturan daerah dan Peraturan Bupati Tangerang tetap berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
(2) Semua Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang, Peraturan dan Keputusan Bupati Tangerang yang selama ini berlaku di Kota Tangerang Selatan harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan Kota Tangerang Selatan disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, diatur sesuaidengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA
ANDI MATTALATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
9
PENJELASAN ATAS
RANCANGAN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN
DI PROVINSI BANTEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Provinsi Banten yang memiliki luas wilayah ± 9.018,64 km2 dengan penduduk pada tahun2005 berjumlah 9.127.923 jiwa terdiri atas 4 (empat) Kabupaten dan 2 (dua) Kota, perlumemacu peningkatan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memperkukuh NegaraKesatuan Republik Indonesia.Kabupaten Tangerang yang mempunyai luas wilayah ± 1.160,41 km2 dengan jumlah
penduduk pada tahun 2005 berjumlah 3.195.737 jiwa terdiri atas 26 (dua puluh enam)
kecamatan. Kabupaten tersebut memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk
mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti ini, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu
diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 28 Tahun 2006 tanggal 27 Desember 2006 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja Operasional dan Pemiliharaan Kepada Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 26 Tahun 2007 tanggal 24 September 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Surat Bupati Tangerang Nomor 135/088 Binwil/2007 tanggal 30 Januari 2007 perihal Persetujuan Pembentukan Daerah, Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.149-Huk/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Surat Bupati Tangerang Nomor 137/530 Binwil-2007 tanggal 15 Maret 2007 perihal Usul Pembentukan Daerah Otonom, Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.239- Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007 tentang Belanja Operasional dan Pemiliharaan untuk Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Bupati Tangerang Nomor 130/Kep.380- Huk/2007 tanggal 6 Agustus 2007 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten Nomor 161.1/Kep- DPRD/18/2007 tanggal 21 Mei 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Surat Gubernur Banten Nomor 135/1436-Pem/2007 tanggal 25 Mei 2007 perihal Usulan Pembentukan Kota Tangerang Selatan, Keputusan Gubernur Banten Nomor 125.3/Kep.353-Huk/2007 tanggal 25 Mei 2007 Tentang Persetujuan Pembentukan Kota 10 Tangerang Selatan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten TangerangNomor 01 Tahun 2007 tanggal 23 Januari 2007 tentang Persetujuan Ditetapkannya ExKantor Kewedanaan Ciputat menjadi Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan, danKeputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007tanggal 4 Mei 2007 tentang Persetujuan Penetapan Batas Wilayah dan Belanja Operasionaldan Pemiliharaan Kepada Kota Tangerang selatan Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa
Pemerintah perlu membentuk Kota Tangerang Selatan.
Pembentukan Kota Tangerang Selatan yang merupakan pemekaran dari Kabupaten
Tangerang terdiri atas 7 (tujuh) Kecamatan, yaitu Kecamatan Serpong, Kecamatan Ciputat, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Serpong Aren, Kecamatan Ciputat Timur, dan Kecamatan Setu. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah keseluruhan ± 147,19 km2 dengan jumlah penduduk ± 918.783 jiwa pada tahun 2005.
Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Banten berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya Kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Perangkat Daerah yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pelaksanaan pemindahan personil, pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Tangerang Selatan.
Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Lampiran peta cakupan wilayah digambarkan dengan skala 1:50.000
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
11
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam rangka pengembangan Kota Tangerang Selatan khususnya guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk itu Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan harus benar-benar serasi dan terpadu penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang Wilayah yang terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Peresmian kabupaten dan pelantikan Penjabat Bupati dapat dilakukan secara bersamaan dan pelaksanaannya dapat bertempat di ibukota negara, atau ibukota provinsi, atau ibukota kabupaten.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penjabat WaliKota Tangerang Selatan diusulkan oleh Gubernur Banten dengan pertimbangan Bupati Tangerang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 11
Pembebanan biaya pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil WaliKota Tangerang Selatan kepada APBD Provinsi Banten dan APBD Kabupaten Tangerang dilaksanakan secara proposional sesuai dengan kemampuan keuangan masing-masing Daerah.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
12
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada selama ini dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam wilayah calon Kota Tangerang Selatan.
Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan personel, aset, dan dokumen dari Pemerintah Kabupaten Tangerang
 Kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Demikian pulanya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Tangerang yang berkedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kota Tangerang Selatan, untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraannya, jika dianggap perlu, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang pelayanan/kegiatan
operasionalnya mencakup kabupaten induk dan kabupaten baru, pemerintah
daerah yang bersangkutan melakukan kerjasama.
Begitu juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kota Tangerang Selatan diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota
Tangerang Selatan. Berkenaan dengan pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan hibah dalam ketentuan ini adalah pemberian sejumlah uang yang besarnya didasarkan pada Keputusan Bupati Tangerang nomor 130/Kep.239-Huk/2007 tanggal 7 Mei 2007 dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 tahun 2007 tanggal
4 Mei 2007.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan memberikan bantuan dana dalam ketentuan ini adalah
pemberian sejumlah dana yang didasarkan pada Keputusan Gubernur Banten
Nomor ... tanggal ... dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Banten Nomor … tanggal …
13
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten Tangerang yang belum dibayarkan.
Ayat (5)
Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Provinsi Banten yang belum dibayarkan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...
                                                                                   
                                                                                                                                                                                                                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                                                                                                     ttd.
                                                                        DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO





[1] Penelitian Hukum Normatif terdiri dari : 1). Penelitian terhadap azas-azas hukum; 2). Penelitian terhadap sistematika; 3). Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan Horizontal; 4). Perbandingan hukum; 5). Sejarah hukum. Liat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali, 1986, hal 15.Sedangkan Soetandyo Wignjosoebroto menggunakan istilah penelitian hukum doctrinal. Penelitian ini terdiri dari: 1). Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif; 2). Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif; 3). Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu. Lihat Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali, Jakarta, 1998, Hal 43.
[2] Ronny Hanitijo menggolongkan data sekunder dibidang Hukum menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Lihat Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia, Jakarta, 1994, Hal 11-12
[3] SoerjonoSoekanto, Pengantar Penelitian Hukum, PenerbitUniversitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 10
[4] Jacob Vredenbergt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1983, hal. 33-37.
[5] Menurut Soerjono Soekanto Hipotesis tidak mutlak harus ada dalam penelitian. Bila suatu penelitian bertujuan memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain, hipotesis barulah diperlukan. Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal 147.
[6] Jacob Vredenbergt, Op. Cit, hal 34
[7] Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, 1986, hal 28
[8] Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia, Indonesia, 1994, Hal 98.
[9] Ibid, hal 107.

0 komentar:

Posting Komentar